KSBSI.ORG: Sehubungan dengan Draft RUU Cipta Kerja yang telah diserahkan oleh Pemerintah RI kepada DPR RI, setelah kami pelajari secara cermat dan seksama KSBSI memutuskan menolak RUU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan tersebut dengan 3 alasan pokok sebagai berikut:
Baca juga:
1. Aspek Filosofis
Sesuai
amanat UUD 1945 pasal 27 ayat 2 dan pasal 28D bahwa Negara memiliki
tanggungjawab untuk menjamin kesejahteraan
raktyat dimana setiap warga negara berhak atas penghidupan dan pekerjaan
yang layak termasuk kelangsungan kerja dan jaminan upah untuk hidup layak.
Dalam konteks sekarang di UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ada jaminan dimana upah
dilakukan review per-1 tahun yang terdapat 3 runutan sistem pengupahan yaitu
UMP, untuk meningkatkan pendapatan pekerja/buruh diberlakukan
UMK, untuk menambah kemakmuran lebih baik melalui UMSK. Lalu
bila sekarang RUU Cipta Kerja Klaster
Ketenagakerjaan menghapuskan
sistem tersebut maka pengelola negara tidak lagi dalam posisi menjalankan UUD
1945 bahkan mendegradasi, maka kami menilai RUU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan ini harus ditolak karena
bertentangan dengan konstitusi tertinggi negara ini.
2. Aspek Sosiologis
Bahwa sekarang ada norma membatasi
praktek kerja kontrak. Dengan pembatasan sistem kontrak selama ini, dimana-mana terjadi pensiasatan sehingga kontrak
berlangsung puluhan tahun. Dengan adanya RUU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan ini,
maka kondisinya berarti pembenaran pada praktek-praktek buruk yang ada selama
ini yang oleh kami sebagai serikat buruh berjuang agar pembatasan tersebut
tetap diberlakukan sehingga para buruh Indonesia, calon-calon para
pekerja/buruh tidak terjerembab pada status kehidupan sosial yang bernama buruh
kontrak. Karena nilai yang tercantum dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan masih jauh lebih baik dari RUU
Cipta Kerja Cipta Kerja Klaster
Ketenagakerjaan.
Oleh karenanya prinsip pembentukan undang-undang bila ditinjau dari sisi
sosiologis adalah menciptakan kaidah baru yang nilainya harusnya lebih baik
dari yang ada saat ini, kenyataannya bila dikonfirmasi apa yang diatur dalam
RUU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan nilainya lebih
buruk dari UU No.
13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan,
berarti cukup membahayakan bagi kehidupan masyarakat dan karenanya kami
menolaknya.
3. Aspek Juridis
Landasan hukum pembentukan RUU Cipta
Kerja Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan
adalah
UU No. 12 tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Undang-Undang sebagaimana
diubah dengan UU yang terbaru No. 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No. 12 tahun 2011 Tentang Pembentukan
Peraturan Undang-Undang. Prinsip dasarnya adalah segala aturan perundang-undangan
yang diciptakan oleh negara harus melalui proses yang disebut sosialisasi pada
awal proses awal pembentukan. Dari rencana
pembentukan saja menurut UU No. 12 tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Undang-Undang sebagaimana
diubah dengan UU yang terbaru No. 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No. 12 tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Undang-Undang, seharusnya sudah dilakukan sosialisasi
melalui semacam proses hearing dengar
pendapat terhadap sebuah rencana yang diaktualisasikan terhadap apa yang
disebut dengan naskah
akademik. Oleh karenanya berdasarkan pandangan secara juridis apa yang dibuat
dalam RUU Cipta Kerja Klaster
Ketenagakerjaan
sesungguhnya kalau kita berangkat pada prinsip yang dianut oleh republik ini,
sebagai sebuah negara kontinental maka sesungguhnya Omnibus law
bertentangan dengan prinsip hukum yang dianut oleh Indonesia. Sebab ini adalah
prinsip yang dianut oleh negara sistem common
law. Oleh karenanya dari sisi juridis tersebut kami menyarankan bahwa nilai
yang ada di UU No.
13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan
semestinya sebagai batu loncatan untuk membuat norma yang lebih baik, bukan
mendegradasi menjadi lebih buruk. Inilah aspek juridisnya pembentukan undang-undang ini tidak memenuhi kriteria, oleh karenanya
haruslah di tolak.
Demikian kami sampaikan bahwa, KSBSI sebagai organisasi yang berdiri sejak tahun 1992
berprinsip mendukung pemerintah dan tindakannya yang pro pada kehidupan masyarakat
dan buruh. Kami memutuskan sikap apabila
selama ini pemerintah yang zolim pada pekerja/buruh,
maka KSBSI di depan untuk melawan. Sikap ini akan kami kampanyekan secara
nasional karena prinsip-prinsip pembentukan perundang-undangan telah dilanggar
oleh pemerintah. Jebakan yang dibuat oleh Kemenko Bidang Perekenomian yang mengundang sejumlah
pihak untuk masuk dalam sebuah tim yang awalnya tidak kami ketahui sesungguhnya
apa maksud dan tujuannya dan keikutsertaan KSBSI hanya untuk melitigasi proses yang telah ada,
maka dengan ini kami menyatakan keluar dari tim itu dan
tidak bertanggungjawab atas apapun yang dilakukan oleh tim
tersebut. Seiring dengan itu juga, kami menarik utusan
KSBSI dari tim yang telah
dibentuk oleh Kemenko Bidang Perekenomian
sebagaimana yang tercantum dalam Kepmenko Bidang
Perekonomian No. 121 Tahun 2020 tentang Tim Koordinasi Pembahasan dan
Konsultasi Publik Substansi Ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja.
Jakarta, 18 Februari 2020
Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI)
Elly Rosita Silaban, S.E.
Presiden
Dedi
Hardianto, S.H.
Sekretaris Jenderal