KSBSI.ORG: Pasca DPR mensahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi undang-undang semakin menuai kontroversi dan menyulut kemarahan buruh. Aksi demontrasi pun serentak terjadi diberbagai daerah. Tak hanya dilakukan buruh, mahasiswa pun ikut bersimpati melakukan aksi demo penolakan UU Cipta Kerja.
Baca juga: DPRD dan Pemkab Serang Mendukung Buruh, Menolak UU Cipta Kerja, Sekjen KSBSI: Buruh Dibohongi, Kami Siapkan Langkah Judical Review UU Cipta Kerja, KSBSI Keberatan Dengan Wacana Skema JKP,
Dewan Eksekutif Nasional Konfederasi
Serikat Buruh Seluruh Indonesia (DEN KSBSI) pun sudah menyatakan sikap menolak
UU Cipta Kerja. Karena banyak hak-hak subtansial dari buruh yang tidak
diakomodir oleh DPR dan pemerintah. Oleh sebab itu, KSBSI sudah menentukan
sikap akan melakukan aksi demo dan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK)
dalam waktu dekat ini.
Waktu diwawancarai, Saut Pangaribuan
Departemen Advokasi KSBSI membenarkan KSBSI akan melakukan perlawanan hukum
dengan langkah judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Seperti masalah
pesangon, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), kerja kontrak (outsourching)
dan Tenaga Kerja Asing Unskill.
Lanjutnya, judicial review nantinya dilakukan
setelah resmi UU Cipta Kerja disahkan. Jadi, untuk sementara ini KSBSI masih
menunggu, karena UU ini belum ditandatangani presiden. “Kalau pun UU Cipta
Kerja tidak ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi), tetap otomatis
menjadi undang-undang yang berlaku,” ujarnya waktu diwawancarai di Kantor
KSBSI, Cipinang Muara, Jakarta Timur, Jumat, 9 Oktober 2020.
Saut, menilai sejak awal perancangan
UU Cipta Kerja memang penuh kejanggalan dan terkesan dipaksakan yang dilakukan
DPR RI dan pemerintah. Termasuk, selama proses pembahasan, perwakilan serikat
buruh/pekerja (SB/SP) pun sangat minim dilibatkan untuk memberikan saran dan
masukan.
“Bahkan setelah beberapa hari
pertemuan dialog Tripartit yang dilakukan beberapa waktu lalu dengan perwakilan
pemerintah, pengusaha dan SB/SP, kami nilai pemerintah lamban memberikan hasil
masukan ke DPR. Sehingga saat disahkan UU Cipta Kerja, membuat kekecewaan
buruh,” ujarnya.
Intinya, KSBSI masih terus memperdalam
materi UU Cipta Kerja yang bermasalah. Nah, kalau nanti presiden sudah
menandatanganinya, maka judicial review yang dilakukan ke MK adalah gugatan
pasal-pasal yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Selain itu, ia juga menjelaskan sangat
kecil kemungkinan kalau presiden membatalkan UU Cipta Kerja melalui kebijakan
Perpu. Karena situasinya memang tidak ada kekosongan hukum, serta alasan
mendesak lainnya. Kemudian, UU Cipta Kerja dibuat memang untuk kepentingan
pemerintah.
Terkait, diluar KSBSI juga banyak yang
berencana judicial review, Saut mengatakan hal itu sah-sah saja. Menurutnya,
semakin banyak organisasi melakukan gugatan ke MK, menandakan produk UU Cipta
Kerja memang tak berpihak. Sebab banyak hak buruh yang terdegradasi ketika mereka
bekerja.
“KSBSI memang sudah jauh-jauh hari
mewacanakan judicial review, kalau hasil produk UU Cipta Kerja yang disahkan
DPR mengecewakan buruh,” ungkapnya.
Waktu ditanya, berapa jumlah tim
hukum yang dipersiapkan LBH KSBSI untuk judicial review di MK, dia menyampaikan
memang belum diputuskan. Tapi pengurus di KSBSI banyak dari latar belakang hukum
dan menyatakan siap terlibat.
“Kami juga akan mengundang dan
meminta saran serta masukan ahli hukum yang memahami UU Cipta Kerja. Agar
materi judicial review yang dibawakan KSBSI nanti di MK nanti berkualitas,”
terangnya.
Lugasnya, Saut memprediksi UU Cipta
Kerja bisa berdampak tidak baik terhadap masa depan buruh Indonesia. Sebab,
undang-undang ini memang ada kesan mengorbankan hak buruh dan memberikan karpet
merah kepada investor.
“Saya juga memprediksi, status
buruh/pekerja kontrak (outsourcing) lebih banyak untuk kedepannya, dibandingkan
jumlah pekerja tetap. Karena dalam UU Cipta Kerja sudah mengatur, bahwa
keterikatan tanggung jawab antara pihak jasa outsourching dengan perusahaan
sudah tidak ada lagi,” pungkasnya.
Intinya, walau pemerintah sempat
membuka ruang dialog Tripartit terkait pembahasan rancangan undang-undang (RUU)
Cipta Kerja, tapi dialog itu dianggapnya hanya basa-basi. Karena pemerintah memang
tidak ada niat mendengarkan aspirasi buruh supaya merevisi pasal-pasal yang
krusial dalam undang-undang ini.
Terakhir, Saut menegaskan aksi demo
terhadap penolakan UU Cipta Kerja yang dilakukan KSBSI tetap murni, tidak ada
ditunggangi oleh pihak mana pun. “DEN KSBSI juga telah memerintahkan kepada
semua pengurus dan anggotanya agar tidak melakukan aksi kekerasan dan merusak
fasilitas umum selama aksi unjuk rasa,” tandasnya. (A1)