KSBSI.ORG: Beberapa hari ini, beredar surat di media sosial dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), tepatnya dari Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Dirjen PHI dan Jamsos) nomor 4/1176/HI.01.00/XI/2020. Dan surat itu langsung ditandatangani oleh Direktur Pengupahan Dinar Titus Jogaswitani.
Baca juga: Rakerwil KSBSI Jambi Dibuka, Sekaligus Peresmian Kantor Baru, Catatan Kritis KSBSI Terkait Masuknya Pasal Perlindungan Migran ke UU Cipta Kerja , ILO Sambut Baik Komitmen Berkelanjutan G20 ,
Kemudian langsung ditujukan kepada Dinas Tenaga Kerja
dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Barat yang menjelaskan tentang
klarifikasi penghapusan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota. Pihak Kemnaker
menyampaikan kebijakan UMSK telah dihapus, karena Undang-Undang nomor 11 Tahun
2020 Tentang Cipta Kerja telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo
(Jokowi) pada November 2020.
Sehingga, Undang-Undang (UU) nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan, masalah penetapan UMSP dan/atau tingkat kabupaten/kota
tidak berlaku lagi. Kemudian juga dijelaskan, bahwa pasal 81 angka 26 dalam UU
Cipta Kerja telah menghapus Ketentuan Upah Minimum Sektoral pada pasal 89 UU
Ketenagakerjaan.
“Dengan berlakunya UU Cipta Kerja, maka gubernur tidak
dapat lagi menetapkan UMSP,” jelas Dinar Titus Jogaswitani.
Trisnur Priyanto DPP Federasi Serikat Buruh Garmen,
Kerajinan, Tekstil, Kulit dan Sentra Industri-Konfederasi Serikat Buruh Seluruh
Indonesia (FSB GARTEKS-KSBSI) mengatakan dirinya sudah menelusuri kebenaran
surat yang beredar ini ke beberapa sumber terpercaya. Ia menilai, dengan
terbitnya surat itu pemerintah telah bersikap arogan. Karena ada kesan memang
bernafsu ingin menghapuskan UMSK demi kepentingan pengusaha.
“Padahal Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait
UU Cipta Kerja saja belum selesai. Nah, ironisnya, pemerintah kok tiba-tiba
mengeluarkan surat pemberitahuan tentang penghapusan UMSP. Bagi saya masalah
ini memang tak berpihak pada buruh,” ujarnya saat diwawancarai melalui seluler,
Senin (30/11/20).
Lanjutnya, surat itu dinilainya bisa jadi nantinya
membuat situasi kembali memanas dikalangan buruh. Sebab, dihilangkannya
kebijakan UMSP pasti berdampak terhadap banyak pendapatan upah buruh dibeberapa
sektoral. Termasuk upah pada buruh industri Garmen bisa paling berdampak.
Bahkan, kata Trisnur kalau dikaji secara akademisi,
surat tersebut juga sudah bertentangan hukum. Karena legalitas pengaturan UU
Cipta kerja dalam bentuk PP saja belum disahkan pemerintah. Artinya, surat itu
dianggapnya prematur dengan menggiring opini ke semua provinsi, UMSP sudah
dihapus.
Sarannya, dalam masalah ini pemerintah tidak boleh
gegabah dalam menerbitkan surat yang bisa menimbulkan kegaduhan. Atau
jangan-jangan surat ini memang sengaja diterbitkan, supaya terjadi polemik dan
buruh turun ke jalan melakukan aksi demo.
“Terbitnya surat itu juga nantinya bisa menjadi acuan
oleh semua Disnaker daerah lainnya sebagai legalitas penghapusan UMSK. Padahal,
seperti yang saya sampaikan tadi, bahwa RPP UU Cipta Kerja saja belum
diselesaikan pemerintah,” tandasnya. (A1)