KSBSI.ORG Aktivis serikat buruh merasa kehilangan informasi, terkait perkembangan perundingan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia dan Uni Eropa (Indonesia European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement/IEU-CEPA). Pasalnya, proses perundingan bisa berdampak pada buruh/pekerja kalau tidak dipantau secara kritis.
Baca juga: Menaker Berharap di Agenda Rakernas, KSBSI Bisa Menciptakan Program Nyata, Disahkannya UU Cipta Kerja, Bisa Menghilangkan Kedaulatan Serikat Buruh ,
Hal yang paling dikhawatirkan dari
perundingan, kalau terjadi kesepakatan antara Indonesia dan IEU-CEPA, diantaranya
investor asing masuk secara leluasa. Kemungkinan besar membawa Tenaga Kerja
Asing (TKA). Sementara, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di negara masih
rendah. Sehingga bisa menimbulkan persaingan dan diskriminasi upah antara
pekerja lokal dan asing.
Elly Rosita Silaban Presiden
Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) mengatakan sejak terjadi
wabah Covid-19 ini, serikat buruh tidak pernah lagi mendengar kabar maslah
proses perundingan IEU-CEPA. Dia menjelaskan, sebelum terjadi pandemi, KSBSI
sangat intens mengikutinya. Karena proses perundingan perdagangan itu sangat
berkaitan dengan masuknya investor asing dan tenaga kerja.
Elly menilai, berhubung omnibus law
Undang-Undang Cipta Kerja sudah disahkan, sepertinya pemerintah bakal kejar
target menyelesaikan proses perundingan tersebut. Alasannya, karena pemerintah
menargetkan perekonomian Indonesia harus bangkit tahun depan. Dengan mendatangkan
investor luar, supaya bisa menyerap lapangan kerja sebanyak 3 juta orang.
Namun yang disesalkan, pemerintah
tidak ada lagi melibatkan perwakilan serikat buruh/pekerja dalam memantau
proses perundingan IEU-CEPA. KSBSI tidak anti dengan investor. “Yang kami ditentang
hasil perundingan, investor asing yang masuk ke Indonesia tidak boleh
mendegradasi hak buruh di dunia kerja. Serta menghormati alam,” pungkasnya,
beberapa waktu lalu saat diwawancarai di Jakarta.
Andy William Sinaga Koordinator CEPA-KSBSI
juga ikut mendesak pemerintah melibatkan masyarakat sipil untuk memantau
perundingan IEU-CEPA. Dijelaskannya, sebelum pandemi Covid-19, KSBSI sangat
intens melakukan kajian dan mengawal perundingan IEU-CEPA secara kritis.
Ia meminta, negara dalam perundingan
IEU-CEPA jangan mengabaikan hak-hak masyarakat luas. Kalau serikat buruh tidak
dilibatkan dalam agenda tersebut, dampaknya bisa jadi nantinya bisa merugikan
hak buruh di dunia kerja.
“Kita belum tahu, apakah perundingan
itu akan memberikan jaminan buruh di dunia kerja dengan baik atau tidak. Jadi pemerintah
perlu melibatkan buruh, agar tidak menimbulkan polemik,” jelasnya.
Target
Pemerintah
Sebelumnya, Imam Pambagyo Ketua Ketua
Tim Runding IEU-CEPA menerangkan putaran perundingan ke-10 seharusnya dijadwalkan
pada Maret 2020. Tapi terpaksa ditunda karena pandemi. Kemudian pada 15-26 Juni
2020, perundingan kembali dibahas kedua delegasi melalui daring.
“Indonesia menyambut baik pertemuan
intersesi secara daring yang telah berjalan dalam 10 hari terakhir. Ini
membuktikan walaupun dipenuhi keterbatasan karena pandemi Covid-19, delegasi
Indonesia dan Uni Eropa tetap berkomitmen tinggi untuk membuat kemajuan atas
berbagai isu runding dalam perundingan IEU-CEPA,” kata Iman dalam siaran pers,
Sabtu (12/12/20).
Terdapat 16 working groups (WGs) yang
bertemu dalam intersesi ini. Antara lain perdagangan barang, ketentuan asal
barang, bea cukai dan fasilitasi perdagangan, perdagangan jasa, dan investasi.
Lalu hak kekayaan intelektual, energi dan bahan baku, kompetisi, pengadaan
pemerintah, perdagangan dan pembangunan berkelanjutan, penyelesaian sengketa,
serta ketentuan institusional perjanjian.
Agenda IEU-CEPA merupakan perundingan
bilateral terbesar yang sedang ditergetkan pemerintah dalam mendorong pertumbuhan
ekonomi nasional. Terutama, memitigasi dampak Covid-19, mempercepat proses
reformasi nasional dan menempatkan Indonesia pada posisi lebih baik dalam
rantai nilai global (global value chain).
(A1)