KSBSI.ORG, JAKARTA - Pandemi covid-19 masih menjadi problem utama yang memukul dunia Industri nasional. Hal ini turut berdampak terhadap nasib buruh di Indonesia.
Baca juga: Aktivis KSBSI Sumatera Utara Desak BLK bisa Hadir di Kabupaten/Kota, KSBSI: Dugaan Korupsi di BPJS Ketenagakerjaan Harus Disikapi Dengan Jernih,
Carlos
Rajagukguk Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Federasi Serikat Buruh Niaga,
Informatika, Keuangan, Perbankan dan Aneka Industri - Konfederasi Serikat Buruh
Seluruh Indonesia ((DPP FSB NIKEUBA KSBSI) menyampaikan sejumlah persoalan yang
mendera anggotanya di daerah.
"Setelah
1 tahun pandemi ini terjadi, kita berharap ada perbaikan, baik perbaikan dari
sisi penularannya yang semakin menurun dan proses usaha atau proses produksi
dapat berjalan makin normal. Tapi faktanya kan tidak." ujar Carlos saat
ditemui Kantor Berita Buruh di Jakarta, 3 Februari 2021.
Carlos
mengakui, ada beberapa Klien dari Nikeuba di sektor jasa yang tidak lagi
memperpanjang kontrak kerja dan itu berdampak langsung terhadap pekerja atau
'main power'nya.
"Memang
ada beberapa perusahaan yang menstop (kontrak kerja), karena memang sudah tidak
lagi berproduksi," kata dia.
Sosial Dialog
Namun
begitu, bagi perusahaan-perusahaan tertentu, skala besar, biasanya mereka akan
memanggil pihaknya sebagai Serikat Buruh untuk berdiskusi tentang kebijakan-kebijakan
yang ingin diterapkan di perusahaan tersebut, akibat adanya pandemi.
"Kita
dipanggil. Ini bukan lagi berunding, tetapi bagaimana mereka ingin
mengimplementasikan program-program yang ingin diterapkan di perusahaannya. Dan
kami diajak melihat. Memang faktanya banyak produksi yang berkurang dan kita
harus cari 'win-win solution', dan tentu yang utama adalah, bagaimana buruh
tidak kehilangan pekerjaan," terangnya.
Kendati
demikian, Carlos mengungkap, di sektor-sektor usaha tertentu yang tidak
berdampak corona, justru timbul banyak perselisihan.
Dari
awal corona sampai hari ini, beberapa perselisihan dapat terselesaikan dengan
baik. Tapi ada beberapa yang belum dapat diselesaikan di tingkat dialog,
terpaksa dibawa ke pengadilan hubungan industrial (PHI).
"Dari
demikian banyak peselisihan yang timbul, mayoritas memang dapat diselesaikan
dengan baik yaa, tidak sampai ke-PHI. karena kita kan mengedepankan sosial
dialog," kata Carlos.
Namun begitu, ada di beberapa daerah, perselisihan antara buruh dan pihak manajemen perusahaan, tidak hanya meruncing ke-PHI, tetapi lebih dari pada itu,
"Tidak
lagi ke-hubungan industrialnya, tetapi sudah ke ranah-ranah (hukum) yang
lain." ungkapnya.
Anggota Diusir Paksa Perkebunan BUMN
Setidaknya
ada dua persoalan yang diungkap Carlos terkait dengan perselisihan yang
ditangani FSB NIKEUBA. Pertama adalah kasus dugaan pengusiran paksa yang
dilakukan pihak manajemen perkebunan milik BUMN terhadap buruh NIKEUBA.
"Baru
minggu lalu terjadi, kita duga pengusiran paksa (terhadap buruh Nikeuba) dari
rumah di perkebunan BUMN," kata Carlos. Pihaknya menduga "Pengusiran
paksa" pekerja sudah didesain sebelumnya.
"Ini
kita duga sudah di-desain. Kalau kita bicara undang-undang kan mestinya kalau
masih berproses hukum, kedua belah pihak masih dapat menyelesaikan hak dan
kewajibannya, tetapi ini, penetapan (hukum) belum ada, tetapi sudah melakukan
pengusiran paksa." terangnya.
Carlos
menyayangkan, seharusnya pihak manajemen perkebunan BUMN itu dapat menghormati
proses hukum yang tengah berjalan. Buruh perkebunan yang disebut Carlos diduga
mengalami pengusiran paksa dari rumah mereka di perkebunan merupakan buruh yang
sudah bekerja puluhan tahun.
"Kawan-kawan
ini sudah bekerja lama, tetapi oleh pemakai jasanya (Perkebunan BUMN) dikontrak
berkepanjangan. Bahkan sudah ada yang berpuluh-puluh tahun tetapi masih kontrak
terus menerus." ungkap Carlos.
"Nah,
kawan-kawan kita ini kemudian memperselisihkan, ada hak-haknya kan, secara
normatif (sesuai undang-undang). Nah karena ini diproses di pengadilan, mungkin
ada pihak-pihak yang tidak nyaman." tambahnya.
Menurut
Carlos, karena PHI itu kemudian buruh diputus kontraknya. Carlos menegaskan pihaknya telah memiliki
bukti-bukti bahwa diduga ada desain dari pihak perkebunan untuk sengaja memutus
kontrak kerja buruh.
Mereka
diberitahu akan dipekerjakan kembali dengan kontrak baru jika mereka mau
mencabut surat kuasa yang mereka berikan kepada Serikat Buruh NIKEUBA.
Dibawa ke Komnas HAM
"Mereka
dikondisikan (oleh perkebunan) supaya secara suka rela mencabut kuasanya ke
pengurus kita disana. Tetapi kalau dia tidak mencabut kuasa itu, (kontrak
kerja) dia tidak akan diperpanjang, bahkan diusir." kata Carlos.
Terkait dengan insiden dugaan pengusiran itu, Carlos menegaskan tengah mempelajari dulu sebelum diambil tindakan hukum lebih jauh seperti pidana.
Carlos
mengatakan, berbagai upaya-upaya sudah dilakukan pihaknya untuk menyelesaikan
persoalan ini, salah satunya dengan menyurati Kementerian BUMN.
Bahkan,
rencana Carlos, persoalan anggotanya dengan manajemen perkebunan BUMN akan
dibawa ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam waktu dekat ini.
"Rencananya kita bawa ke Komnas HAM," tandasnya.
Bebaskan Muhammad Yusri
Kedua
adalah persoalan kasus pidana yang membelit salah satu pengurusnya di DPC FSB
NIKEUBA Kabupaten Batubara, Sumatera Utara, Muhammad Yusri yang ditangkap dalam
aksi gabungan elemen Buruh, LSM dan Mahasiswa saat menolak Omnibus Law
Undang-undang Cipta Kerja di Kantor DPRD Batubara pada Oktober 2020.
"Sampai
hari ini Ketua DPC (FSB NIKEUBA) Batubara, masih berproses hukum yaa (di
pengadilan). Minggu ini sudah masuk agenda kesaksian, dari kita. Kita berharap
saudara Yusri dibebaskan." tandasnya. (RedKBB/Tunjang)