KSBSI.ORG, JAKARTA – Menteri Tenaga Kerja, Ida Fauziyah menyatakan empat Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) aturan turunan dari Omnibus Law Undang Undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja sudah selesai dibahas.
Baca juga: Tuntutan Didengar, F Hukatan KSBSI Tanjung Jabung Barat Batal Demo, Dalam Waktu Dekat Ini, FSB GARTEKS Gelar Rakernas,
Keempat
RPP UU Cipta Kerja klaster Ketenagakerjaan itu antara lain, RPP tentang
Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA); RPP tentang Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu (PKWT), Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, serta Pemutusan
Hubungan Kerja; RPP tentang Pengupahan; dan RPP tentang Penyelenggaraan Program
Jaminan Kehilangan Pekerjaan.
RPP
klaster Ketenagakerjaan sudah diserahkan ke Kemenko Bidang Perekonomian untuk
diunggah pada portal resmi UU Cipta Kerja. Keempat RPP tersebut juga sudah
dilakukan harmonisasi bersama Kementerian/Lembaga terkait sejak pekan lalu.
Selanjutnya,
RPP akan disunting untuk menghindari kesalahan-kesalahan kata dan juga rujukan.
Lalu, akan serahkan kembali kepada Sekretariat Negara untuk proses penetapan
oleh Presiden RI.
Merespon
RPP itu, Federasi Serikat Buruh Kimia, Industri Umum, Farmasi dan Kesehatan
Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (FSB KIKES KSBSI) menyayangkan
sikap pemerintah yang tetap menyelesaikan aturan turunan UU Cipta Kerja padahal
masih ada gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Pembahasan
RPP ini seharusnya dihentikan. Mengingat bahwa Teman-teman serikat buruh dan
serikat pekerja sedang melakukan gugatan judicial review. Artinya kita jadi
bertolak belakang. Itu yang pertama,” ujar Binson Purba SH, Ketua Umum DPP FSB
KIKES KSBSI saat ditemui Kantor Berita Buruh di Firma Hukum ‘Purba &
Partners Law Firm’ di Jakarta, Jumat (13/2/2021).
Menurut
Binson, kalau nanti pada akhirnya pihak serikat buruh atau serikat pekerja yang
menang, maka RPP itu tidak diperlukan lagi. Sebab aturan akan dikembalikan lagi
ke UU Ketenagakerjaan (UU nomor 13 tahun 2003).
Namun
begitu, dengan tetap dibahasnya RPP aturan turunan UU Cipta Kerja itu, maka
sama saja dengan menyatakan RPP tersebut telah berhasil di-sahkan.
“Secara
bathin saya mengatakan bahwa RPP ini telah berhasil di-sahkan. Sementara kami
tengah memproses di MK, berjuang membatalkan RUU Cipta Kerja, khususnya klaster
ketenagakerjaan,” sesal Pimpinan Purba & Partners Law Firm ini.
PHK – Pesangan Tidak
Dibayar Penuh
Dalam
hal ini tentu buruh dirugikan. Terlebih dengan kelonggaran pemberian pesangon
dalam RPP tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Alih Daya, Waktu
Kerja dan Waktu Istirahat, serta Pemutusan Hubungan Kerja.
Dalam
RPP yang diakses pada 2 Februari 2021 ini disebutkan pesangon kepada buruh
tidak lagi dibayar penuh dengan ketentuan terjadi pengambilalihan perusahaan
yang mengakibatkan terjadinya perubahan syarat kerja dan buruh tidak bersedia
melanjutkan hubungan kerja (Pasal 41 ayat 2).
Kondisi
lainnya adalah pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap
pekerja/buruh karena alasan perusahaan melakukan efisiensi yang disebabkan
perusahaan mengalami kerugian (Pasal 42 ayat 1).
Syarat Perusahaan Rugi
Binson
mengatakan, sebetulnya di UU nomor 13 juga sudah diatur bahwa pemberi kerja
atau pengusaha bisa memberhentikan pekerjanya. “Tapi jika pemberhentian
dilakukan dengan alasan rugi? Nah rugi dimaksud pastinya harus sesuai dengan UU
Ketenagkerjaan.” kata dia.
Menurut
Binson ada beberapa syarat kriteria yang harus dipenuhi jika perusahaan
menyatakan rugi.
“Bagaimana
dengan financial keuangannya dua tahun ke belakang? Bagaimana rencana
keuangannya dua tahun ke depan, apakah sudah di-audit oleh akuntan publik?
Sehingga beberapa faktor tersebut harus diajukan.” kata Binson.
Dan
jika ada PHK, maka buruh berhak mendapat 1 kali ketentuan apabila dinyatakan
pailit oleh akuntan publik.
“Jadi
kalau serta merta dinyatakan rugi dengan alasan yang tak jelas, saya pikir ini
adalah satu hal yang benar-benar kita tolak.” tegasnya.
Penggiringan Opini
Dengan
munculnya RPP aturan turunan di tengah gugatan uji formil dan materil UU Cipta
Kerja di MK, banyak buruh yang beranggapan bahwa UU Cipta Kerja itu sudah
berlaku.
“Kenyataan
saat ini yang terjadi adalah, dimana Serikat Buruh/Pekerja sedang berseteru di
pemerintah tentang keluarnya omnibus Law UU Cipta Kerja yang sekarang ada di
MK, tapi disisi lain, pemerintah sedang menyiapkan rancangan peraturan
pemerintah yang menjadi juklak (Petunjuk Pelaksaan)-nya nanti omnibus law.”
terangnya.
Dengan munculnya RPP itu, pemerintah dinilai tengah menggiring opini bahwa omnibus law UU Cipta Kerja sudah pasti dimenangkan.
“Jadi
saya berpikir, ada penggiringan opini yang sedang didorong oleh pemerintah
bahwa se-akan-akan omnibus law sudah pasti ‘gol’ dengan alasan untuk memajukan
investasi atau menambah investasi, menstabilkan ekonomi.” katanya.
Meski
dinilai Binson penggiringan opini sah-sah saja, namun Binson meminta pemerintah
menghormati jalannya peradilan gugatan di MK.
“Ayo
kita hormati peradilan di negeri ini terkait sidang gugatan di mahkamah
konstitusi. Sehingga apapun hasilnya, baru kita bicara ke rencana peraturan
pemerintah (RPP) terkait juklaknya omnibus law tersebut.” tandasnya. (*)