KSBSi.ORG, JAKARTA – Dugaan korupsi yang menerpa badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan atau BPJamsostek masih terus didalami Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.
Baca juga:
Berbagai serikat buruh pun merespon keras persoalan tersebut,
bahkan diantaranya siap menggeruduk kantor BPJS Ketenagakerjaan untuk mendorong
dilakukannya transparansi atas dugaan korupsi itu.
Berbeda dengan serikat buruh yang lain, Dewan Eksekutif Nasional
Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (DEN KSBSI) berdasarkan rapat
koordinasi bersama pengurus Koordinator Wilayah di tingkat provinsi, KSBSI
lebih memilih untuk menunggu hasil penyelidikan Kejagung RI.
“Bahwa KSBSI belum melakukan sikap, atau belum bersikap tegas
karena masih menunggu (hasil) penyelidikan dari Kejaksaan Agung terkait dengan
kerugian yang dianggap (mencapai) Rp43 triliun,” jelas Surnadi, Deputi Bidang
Konsolidasi DEN KSBSI saat ditemui Kantor Berita Buruh di Gedung KSBSI di Jakarta,
Kamis (18/2/2021).
Namun begitu, Ia mengungkap, KSBSI lebih dulu melakukan
klarifikasi kepada BPJS Ketenagakerjaan. Dalam rapat bersama Korwil,
disebutkan, dugaan sementara, kerugian BPJS Ketenagakerjaan turun menjadi Rp14
triliun.
“Tapi itu bukan statemen (Pernyataan) yang dinyatakan oleh
Kejagung. Karena kita masih menunggu informasi lengkapnya dari kejagung.” kata
Surnadi.
Menurutnya, pengurus KSBSI di tingkat provinsi, masing-masing
telah diklarifikasi secara langsung oleh BPJS Ketenagakerjaan setempat. Oleh
karena itu, pengurus KSBSI di daerah belum ada yang menyatakan sikap. Semua
kompak menunggu arahan pusat.
Dijelaskannya, Presiden KSBSI sudah melakukan komunikasi dengan
staf Kejagung untuk meminta klarifikasi soal hasil pengusutan dugaan korupsi
itu. Pihak Kejagung menyatakan jika sudah diperoleh hasil lengkap penyelidikan,
barulah Kejagung akan merilis pernyataan secara resmi.
BACA JUGA Eks Pejabat BKN,
Petrus Sujendro Disomasi 3 Miliar, Ini Sebabnya
Dari informasi, menurutnya, kasus yang mencuat ini belum bisa
dikategorikan sebagai tindakan korupsi. Namun dugaan sementara ini adalah
permainan saham yang biasa terjadi secara fluktuatif.
Dalam pengertian, ketika harga sahamnya bagus, maka secara
otomatis BPJS akan untung, demikian juga sebaliknya.
“Tapi pada awalnya (modal) 43 triliun, sekarang menjadi 14
triliun. Artinya ini pergerakan saham yang ada kemungkinan saham itu naik
fluktuatif tadi, makanya, Saya dari KSBSI belum berani mengatakan bahwa itu di
korupsi. Karena ini permainan Saham.” katanya.
Ia menjelaskan, BPJS Sendiri sudah menaruh saham sampai 150
triliun di Bursa Efek dan dimana-mana. Menurutnya, angka ini sangat
mengkhawatirkan apabila BPJS menarik saham-saham tersebut.
“Tapi kalo dilihat dari sisi pengembangan Jaminan Hari Tua, BPJS
itu untung sampai 29,2 triliun,” kata Surnadi.
Kendati demikian, jika dugaan korupsi itu memang terbukti, Surnadi
menegaskan, KSBSI meminta oknum BPJS yang melakukan korupsi itu dihukum
seberat-beratnya. “Karena itu adalah dana pekerja dan buruh. Jangan main-main.
Karena harapan besar jaminan hari tua itu ada di BPJS Ketenagakerjaan.”
katanya.
KSBSI tengah memantau BPJS di seluruh Indonesia, di-24 provinsi
kepengurusan KSBSI, apabila ada pelayanan yang tidak baik terhadap buruh, maka
pihaknya akan menanyakan langsung kepada pihak BPJS Ketenagakerjaan, apakah ini
dampak dari kerugian 14 triliun atau bukan.
“Kalau memang jawabannya masuk akal, realitas, pakai data, kami
akan terima. Tapi kalau jawabannya nggak (ngawur) kita juga akan melakukan
hal-hal (aksi) sesuai dengan prosedur aturan yang berlaku,” tandasnya.
BACA JUGA Dilarang Camat
dan Kades pakai Rakit, 2 Lansia Terlantar Berjam-jam
Ia mengatakan, meski KSBSI belum menyatakan sikap dan masih
menunggu proses penyelidikan Kejagung, tapi KSBSI akan tetap memantau dari
waktu demi waktu. Sebab menurut Surnadi, secara kebetulan, KSBSI telah ditunjuk
menjadi Presidium dari 6 serikat pekerja/serikat buruh, 5 konfederasi yang
mempunyai sikap yang sama.
“Memang kita sikapnya sama. Masih menunggu apa yang dilakukan oleh
Kejagung,” tandasnya.
Kronologis Awal
Kasus dugaan korupsi ini terungkap ke publik setelah Kejagung
menggeledah kantor pusat BPJS Ketenagakerjaan pada 18 Januari 2021 lalu.
Penggeledahan terkait dugaan korupsi dalam pengelolaan dana investasi di badan
eks PT Jamsostek tersebut.
Tak tanggung-tanggung, nilai investasi yang sedang diselidiki
Kejagung mencapai Rp43 triliun yang ditempatkan di saham dan reksa dana. Nilai
investasi itu disebut-sebut menjadi potensi kerugian negara.
Kejagung telah memeriksa pejabat dan karyawan BPJS Ketenagakerjaan
secara maraton. Kejagung juga memeriksa sejumlah perusahaan manajer investasi
dan perusahaan sekuritas yang berhubungan dengan investasi BPJS
Ketenagakerjaan.
Sejauh ini kejagung belum memberikan pernyataan terkait dugaan
korupsi seperti apa yang dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan. Sementara, Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) juga masih memeriksa keuangan lembaga tersebut.
Penjelasan Manajemen BPJS Ketenagakerjaan
Melansir CNN Indonesia disebutkan, Manajemen BPJS Ketenagakerjaan
buka suara perihal dugaan korupsi dalam pengelolaan dana investasi. Deputi
Direktur Bidang Humas dan Antara Lembaga BPJS Ketenagakerjaan Irvansyah Utoh
Banja menuturkan mayoritas dana yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan ditempatkan
di surat utang.
“Aset alokasi per 31 Desember 2020 sebagai berikut, surat utang 64
persen, saham 17 persen, deposito 10 persen, reksa dana 8 persen, dan investasi
langsung sebesar satu persen,” papar Utoh kepada CNNIndonesia.com, dikutip
Kamis (11/2).
Khusus saham, mayoritas portofolionya ditempatkan di saham-saham
LQ45. Sementara, Utoh mengklaim penempatan dana di reksa dana juga berdasarkan
underlying asset yang memiliki fundamental yang kuat dan likuiditas cukup
kokoh.
“Sehingga kualitas aset investasi sangat baik, dan pengelolaan
dana tidak pernah mengalami kendala likuiditas dan selalu dapat memenuhi
kewajiban klaim kepada peserta,” jelas Utoh.
Ia menyatakan total dana yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan
sebesar Rp486,38 triliun. Dari situ, hasil investasi yang didapat sebesar
Rp32,3 triliun dengan tingkat pengembalian investasi (yield on investment/YOI)
7,38 persen.
Memang, Irvan mengakui ada penurunan nilai investasi (unrealized
loss) sepanjang Agustus-September 2020 sebesar Rp43 triliun. Hal itu terjadi
karena Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok hingga ke level 3.900 pada
Maret 2020 silam.
“Namun, seiring dengan membaiknya IHSG, unrealized loss tersebut
turun menjadi Rp14 triliun pada posisi Januari 2021 dan akan terus membaik,
seiring perbaikan IHSG,” ucap Utoh.
Ia menjelaskan unrealized loss merupakan kondisi penurunan nilai
aset investasi saham atau reksa dana sebagai dampak dari fluktuasi pasar modal
yang tidak bersifat statis.
Unrealized loss, sambung Utoh, tidak bisa disebut kerugian selama
tidak dilakukan realisasi penjualan aset investasi saham atau reksa dana
tersebut.
“BPJS Ketenagakerjaan hanya melakukan realisasi penjualan aset
investasi pada saham atau reksa dana yang dipastikan telah membukukan
keuntungan,” tandasnya. (*)