KSBSI.ORG, JAKARTA – Dewan Eksekutif Nasional Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (DEN KSBSI) sejak Selasa (23/2/2021) hingga Jumat (26/2/2021) nanti secara khusus berencana mengupas 4 Peraturan Pemerintah (klaster Ketenagakerjaan) UU Cipta Kerja yang telah diterbitkan oleh Pemerintah.
Baca juga: Menaker Ida Ajak Masyarakat Perangi Calo Penempatan Pekerja Migran,
Surnadi, Deputi Bidang Konsolidasi DEN
KSBSI menegaskan jika aturan turunan dari UU Cipta Kerja dinilai sangat
mendegradasikan hak-hak buruh. Salah satu contohnya adalah soal pembayaran
Pesangon.
“Pembayaran pesangon (yang diatur di
PP) ini jauh sekali dari yang diharapkan oleh KSBSI,” kata Surnadi kepada
Kantor Berita Buruh, usai rapat internal KSBSI bersama 10 federasi dan 3 Komite
Perburuhan di gedung KSBSI, Cipinang Muara, Jakarta, Selasa (23/2/2021).
Ia menguraikan, persoalan degradasi
hak buruh inilah yang membuat KSBSI sejak awal keluar dari pembahasan RPP.
“Kenapa KSBSI keluar dari pembahasan
RPP, tidak ikut didalamnya? Karena ya itu tadi, (Aturan turunan) jelas akan
mendegradasi.” terangnya.
Menurut dia, keluarnya KSBSI dari tim
pembahasan RPP bukan karena KSBSI sebagai serikat buruh yang tidak bertanggung
jawab kepada anggotanya, tetapi justru KSBSI saat ini lebih memilih sebagai
serikat buruh yang akan mengkritisi aturan yang tidak sesuai dengan kebutuhan
dan kepentingan masa depan buruh.
Rencana
Besar KSBSI
Ia menegaskan, setelah lengkap semua
pembahasan keempat Peraturan Pemerintah sebagai aturan pelaksanaan UU Cipta
Kerja, barulah KSBSI akan merilis pernyataan sikap secara resmi.
“Tapi dengan satu pembahasan ini saja
(PP nomor 35 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Alih Daya, Waktu
Kerja dan Waktu Istirahat dan Pemutusan Hubungan Kerja) KSBSI sudah merasa
kecewa karena ini sudah mendegradasi hak-hak buruh,” terangnya.
“Diantaranya yaitu tadi, pesangon, waktu kerja, termasuk pembayaran lembur. Ini dikurangi semua. Saya tidak tahu, kenapa undang-undang bisa dikalahkan oleh (Peraturan Pemerintah (PP).” kata Surnadi.
Ia mengungkap lebih jauh, menyatakan
kekecewaan KSBSI sehingga ada dua rencana besar yang nantinya akan disiapkan.
Pertama, KSBSI berencana untuk
menggugat peraturan pemerintah yang sudah dipublish dan sudah bisa diakses
publik sejak 2 Februari 2021 lalu di situs https://jdih.setneg.go.id/Terbaru.
Kedua, KSBSI berencana akan
mengerahkan aksi massa besar-besaran di seluruh Indonesia. Ia pun meminta
kepada seluruh buruh di Indonesia agar dapat membaca dengan teliti dan benar
peraturan pemerintah tersebut.
“Kepada Sahabat buruh seluruh
Indonesia. Dimanapun anda berada, baca dengan teliti dan benar, mari kita
sama-sama sikapi mana yang baik dan mana yang buruk,” serunya.
“Tapi KSBSI sudah punya sikap sendiri
bahwa ini adalah sejarah yang paling buruk yang ditinggalkan untuk anak cucu
kita!” tandasnya.
4
PP Klaster Ketenagakerjaan
Diketahui, Pemerintah telah
menyelesaikan 51 peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). Menurut pemerintah, hal itu sesuai
ketentuan Pasal 185 UU Cipta Kerja yang mengamanatkan penetapan peraturan
pelaksanaan paling lama 3 (tiga) bulan sejak UU Cipta Kerja mulai berlaku pada
2 November 2020.
Peraturan pelaksanaan yang pertama
kali diselesaikan adalah 2 (dua) Peraturan Pemerintah (PP) terkait Lembaga
Pengelola Investasi (LPI), yaitu PP Nomor 73 Tahun 2020 tentang Lembaga
Pengelola Investasi (LPI) dan PP Nomor 74 Tahun 2020 tentang Modal Awal Lembaga
Pengelola Investasi.
Selanjutnya, diselesaikan juga 49
peraturan pelaksanaan yang terdiri dari 45 PP dan 4 Peraturan Presiden
(Perpres) yang disusun bersama-sama oleh 20 kementerian/lembaga (K/L) sesuai
klasternya masing-masing.
K/L tersebut yaitu: Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Keuangan, Kementerian Agraria dan
Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Perindustrian, Kementerian
Perdagangan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kesehatan, Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia,
Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa, Pembangunan Desa Tertinggal, dan
Transmigrasi, Kementerian Agama, Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Secara substansi, peraturan
pelaksanaan tersebut dikelompokkan dalam 11 klaster pengaturan, yaitu:
1. Perizinan dan Kegiatan Usaha
Sektor: 15 PP
2. Koperasi dan UMKM serta Badan Usaha
Milik Desa (BUMDes): 4 PP
3. Investasi: 5 PP dan 1 Perpres
4. Ketenagakerjaan: 4 PP
5. Fasilitas Fiskal: 3 PP
6. Penataan Ruang: 3 PP dan 1 Perpres
7. Lahan dan Hak Atas Tanah: 5 PP
8. Lingkungan Hidup: 1 PP
9. Konstruksi dan Perumahan: 5 PP dan
1 Perpres
10. Kawasan Ekonomi: 2 PP
11. Barang dan Jasa Pemerintah: 1
Perpres
Diklaim
Perluas Lapangan Kerja
Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian Airlangga Hartarto mengklaim bahwa hal mendasar yang diatur dalam
PP dan Perpres tersebut adalah perubahan untuk kemudahan dan kepastian dalam
perizinan serta perluasan bidang untuk investasi, sejalan dengan maksud dan
tujuan UU Cipta Kerja.
“Hal itu akan dapat memperluas
lapangan kerja baru, dan diharapkan akan menjadi upaya Pemerintah mengungkit
ekonomi akibat pandemi Covid-19. Sebab, pertumbuhan ekonomi nasional
ditargetkan sebesar 5,3% pada tahun 2021 ini,” klaim Airlangga dalam pernyataan
resminya, dikutip situs nasional, Minggu (21/2/2021)
Sementara khusus untuk peraturan
pemerintah klaster ketenagakerjaan yang mendapat respon keras dari KSBSI
adalah:
1. Peraturan Pemerintah nomor 34 tahun
2021 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA);
2. Peraturan Pemerintah nomor 35 tahun
2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Alih Daya, Waktu Kerja dan
Waktu Istirahat, serta Pemutusan Hubungan Kerja;
3. Peraturan Pemerintah nomor 36 tahun
2021 tentang Pengupahan;
4. Peraturan Pemerintah nomor 37 tahun
2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan.(RedKBB/KSBSI.org)