Pro-Kontra, Kemnaker Tetap Sosialisasikan 4 Aturan Pelaksana UU Ciptaker

Pro-Kontra, Kemnaker Tetap Sosialisasikan 4 Aturan Pelaksana UU Ciptaker

KSBSI.ORG, JAKARTA Kementerian Ketengakerjaan menyampaikan akan terus menyosialisasikan 4 Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan turunan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan kepada seluruh pihak terkait. Sosialisasi ini diharapkan menciptakan pemahaman yang sama diantara stakeholders terhadap substansi seluruh aturan. Sehingga dapat meningkatkan implementasi keempat PP.

Baca juga:  Resmi Dilantik, DPC FSB GARTEKS KSBSI Tangerang Raya Akan Mengedepankan Solidaritas,

Keempat PP tersebut yakni PP Nomor 34 Tahun 2021 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing; PP Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja; PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan; dan PP Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan.

Dirjen Binwasnaker dan K3 Kemnaker, Haiyani Rumondang menjelaskan pemerintah berkomintmen menyosialisasikan semua ketentuan peraturan perundangan pelaksana dari UU Ciptaker. “Saya berharap, sosialisasi ini bisa memberikan informasi dan pemahaman yang baik,” katanya saat menjadi keynote speaker "Bincang Informatif mengenai Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan" di Jakarta, Selasa (2/3/2021).

Ia juga meminta kepada pengusaha dapat mematuhi semua ketentuan yang sudah ditetapkan. Dengan tetap mengedepankan itikad baik, musyawarah dan mufakat, serta memiliki rasa kemitraan kepada pekerja.

"Pengusaha menjadikan pekerja sebagai aset yang harus dikelola dengan baik. Sehingga bisa secara bersama-sama mengembangkan usaha dan membantu pembangunan negara, serta turut menciptakan kesejahteraan masyarakat melalui pemenuhan hak-hak ketenagakerjaaan bagi para pekerjanya," ujarnya.

Kepada pekerja/buruh, Dirjen Haiyani berharap agar bekerja semangat dan tanggungjawab, meningkatkan kompetensi diri, jeli melihat peluang karir dan penghasilan, selalu menjadi patner musyawarah yang produktif. "Sehingga mampu memberikan konstribusi signifikan dalam pengembangan usaha yang akan berdampak kepada kelangsungan bekerja dan kesejahteraan pekerja dan keluarga," ujarnya.

Untuk Pengawas Ketenagakerjaan, Dirjen Haiyani mengatakan peran Pengawas Ketenagakerjaan sangat penting. Tidak hanya memastikan penerapan dan penegakan hukum, namun Pengawas Ketenagakerjaan juga perlu melakukan pembinaan, advokasi. Serta mendorong pihak pengusaha dan pekerja serta stakeholder terkait untuk mengimplementasikan aturan.

“Kita semua berharap perubahan kebijakan pengupahan ini dapat memberikan dampak yang positif bagi tenaga kerja. pekerja/buruh dan juga dunia usaha. Selain itu, diharapkan bahwa kebijakan pengupahan yang baru ini dapat menjadi solusi bersama dalam menghadapi dampak pandemi Covid-19, " ujar Dirjen Haiyani.

Plt. Dirjen PHI dan Jamsos Kemnaker, Tri Retno Isnaningsih, menegaskan secara umum kebijakan pengupahan yang diatur dalam UU Cipta Kerja dan keempat PP meliputi 6 hal. Pertama, penetapan upah minimum yang proporsional dan implementatif. Kedua, struktur dan skala upah untuk upah yang berkeadilan. Ketiga, jenis upah berdasarkan satuan waktu yang dimaksudkan untuk  mengakomodir kebutuhan pelindungan bagi pekerja paruh waktu melalui pengaturan upah per jam.

Keempat, upah terendah bagi usaha mikro dan kecil yang dimaksudkan untuk memberikan dukungan ketahanan perusahaan yang berada dalam kategori skala usaha tersebut dan di sisi lain tetap memberikan pelindungan bagi pekerja/buruh yang bekerja pada skala usaha mikro dan kecil. Kelima, penegasan batas-batas kewenangan pemerintah daerah terkait bidang pengupahan; "Dan keenam, penguatan eksistensi Dewan Pengupahan, " ujar Tri Retno.

Tri Retno menilai PP Nomor 36 Tahun 2021 yang merevisi PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan merupakan solusi terhadap pemasalahan pengupahan. Materi muatan PP Nomor 36 Tahun 2021 tersebut ada yang sifatnya tetap (yaitu mempertahankan ketentuan lama atau yang dimaksudkan sebagai penegasan) dan ada juga mengubah ketentuan lama (yaitu menghapus maupun mengatur materi yang baru).

Sebelumnya, Surnadi, Deputi Bidang Konsolidasi DEN KSBSI mengatakan aturan turunan dari UU Cipta Kerja dinilai sangat mendegradasikan hak-hak buruh. Salah satu contohnya adalah soal pembayaran Pesangon. Dewan Eksekutif Nasional Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (DEN KSBSI) sejak Selasa (23/2/2021) hingga Jumat (26/2/2021) sudah mengupas 4 Peraturan Pemerintah (klaster Ketenagakerjaan) UU Cipta Kerja yang telah diterbitkan oleh Pemerintah.

“Pembayaran pesangon (yang diatur di PP) ini jauh sekali dari yang diharapkan oleh KSBSI,” kata Surnadi kepada Kantor Berita Buruh, usai rapat internal KSBSI bersama 10 federasi dan 3 Komite Perburuhan di gedung KSBSI, Cipinang Muara, Jakarta, Selasa (23/2/2021).

Ia menguraikan, persoalan degradasi hak buruh inilah yang membuat KSBSI sejak awal keluar dari pembahasan RPP. “Kenapa KSBSI keluar dari pembahasan RPP, tidak ikut didalamnya? Karena ya itu tadi, (Aturan turunan) jelas akan mendegradasi.” terangnya.

Menurut dia, keluarnya KSBSI dari tim pembahasan RPP bukan karena KSBSI sebagai serikat buruh yang tidak bertanggung jawab kepada anggotanya, tetapi justru KSBSI saat ini lebih memilih sebagai serikat buruh yang akan mengkritisi aturan yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan masa depan buruh.

Ia menegaskan, setelah lengkap semua pembahasan keempat Peraturan Pemerintah sebagai aturan pelaksanaan UU Cipta Kerja, barulah KSBSI akan merilis pernyataan sikap secara resmi. Tapi dengan satu pembahasan ini saja (PP nomor 35 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat dan Pemutusan Hubungan Kerja) KSBSI merasa kecewa karena ini sudah mendegradasi hak-hak buruh.

“Diantaranya yaitu tadi, pesangon, waktu kerja, termasuk pembayaran lembur. Ini dikurangi semua. Saya tidak tahu, kenapa undang-undang bisa dikalahkan oleh (Peraturan Pemerintah (PP).” kata Surnadi.

Ia mengungkap lebih jauh, menyatakan kekecewaan KSBSI sehingga ada dua rencana besar yang nantinya akan disiapkan. Pertama, KSBSI berencana untuk menggugat peraturan pemerintah yang sudah dipublish dan sudah bisa diakses publik sejak 2 Februari 2021 lalu di situs https://jdih.setneg.go.id/Terbaru. Kedua, KSBSI berencana akan mengerahkan aksi massa besar-besaran di seluruh Indonesia. Ia pun meminta kepada seluruh buruh di Indonesia agar dapat membaca dengan teliti dan benar peraturan pemerintah tersebut. (Red)

 

Komentar