KSBSI.ORG, Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) menyampaikan 50 negara telah menunjukkan komitmennya memberantas bentuk perbudakan kerja dengan meratifikasi Protokol Kerja Paksa ILO No. 29. Ratifikasi ini telah memenuhi target awal yang ditetapkan selama kampanye. Serta mendesak setiap pemimpin negara mengambil tindakan tegas terhadap praktik kerja paksa.
Baca juga: Apa Dampak Pandemi Terhadap Buruh?, Simak Penjelasan Ketum DPP FKUI,
Guy Ryder
Direktur ILO mengatakan program 50 ratifikasi Protokol Kerja Paksa telah
mencapai target. Terakhir Negara Sudan menjadi negara ke 50 yang telah di
ratifikasi pada 17 Maret 2021. Perjanjian internasional ini juga mengikat
pemerintah dalam mengambil langkah efektif. Dalam mencegah kerja paksa.
Termasuk melindungi para korban kerja paksa. Serta memastikan akses keadilan dan
pemulihan, termasuk kompensasinya.
“Segala bentuk
kerja paksa, perdagangan manusia, pekerja anak dan perbudakan modern adalah
masa depan yang harus kita hapuskan. Karena kerja paksa tidak memiliki tempat
lagi,” ujarnya.
ILO, bersama
dengan Organisasi Pengusaha Internasional (IOE) dan Konfederasi Serikat Buruh
Internasional (ITUC), meluncurkan kampanye 50 untuk Kebebasan. Tujuannya untuk
mendorong pemerintah meratifikasi protokol dan meningkatkan kesadaran tentang
keberadaan perbudakan modern.
Sementara Sharan
Burrow, Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Buruh Internasional (ITUC)
menjelaskan hampir 60.000 orang dari seluruh dunia telah bergabung dalam
kampanye. Untuk mendukung seruan ratifikasi dan implementasi Protokol. Sejumlah
mitra dari sektor publik dan swasta, mitra sosial, organisasi masyarakat sipil,
serta beberapa selebriti juga mendukung kampanye tersebut.
"50
ratifikasi ini patut dirayakan. Tapi kami tetap membutuhkan dukungan kampanye
lebih banyak lagi," kata Sharan Burrow, Sekretaris Jenderal ITUC.
Kerja paksa
mempengaruhi semua kelompok populasi, setiap wilayah di dunia dan sektor
ekonomi. Menurut data, masih ada 25 juta laki-laki, perempuan dan anak-anak
yang terjebak dalam kerja paksa. Lalu diperdagangkan, terikat hutang, atau
bekerja dalam kondisi seperti perbudakan.
Jumlah tersebut meningkat akibat pandemi Covid-19 yang menyerang pekerja
paling rentan, yang sebagian besar tidak memiliki akses perlindungan sosial.
Roberto
Suarez-Santos, Sekretaris Jenderal IOE mengatakan untuk menghapuskan praktik
perbudakan, maka harus ada langkah komitmen dari semua perusahaan memberantas
kerja paksa. Dengan kurang dari 10 tahun tersisa.
“Untuk mencapai
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 8,7 PBB,
dalam menghapus kerja paksa, negara-negara perlu melakukan lebih banyak
upaya untuk mengimplementasikan Protokol Kerja Paksa ILO No. 29. Salah satunya
mendorong setiap desa negara tidak ada lagi yang tertinggal,” tandasnya. (A1)