KSBSI.ORG, JAKARTA - Pandemi covid berdampak langsung terhadap buruh di sejumlah sektor industri, termasuk di sektor pertambangan dan energi. Riswan Lubis, Ketua Umum DPP Federasi Pertambangan dan Energi (FPE) mengatakan, secara khusus, meski terdampak pandemi, namun pemutusan hubungan kerja di industri pertambangan hanya sedikit jumlahnya.
Baca juga: Menjelang Rakernas, FSB GARTEKS Gelar Workshop ,
"Sebenarnya, kalau dampak covid-19
terhadap pemutusan hubungan kerja itu hanya sedikit sekali. Tapi pengurangan
jam kerja karena menjaga protokol kesehatan, hampir di semua tempat, itu
terjadi." kata Riswan kepada redaksi di Jakarta, Senin (29/3/2021).
Misalnya di Freeport, ada kebijakan
pemerintah pusat yang turun ke pemerintah daerah, dan pemerintah daerah
mengharuskan untuk dilaksanakan oleh perusahaan. Pertama diberlakukannya jam
kerja buruh bergiliran atau bergantian.
Kedua, pemeriksaan kesehatan bagi setiap
buruh yang ingin memasuki lokasi kerja, misalnya dengan swab antigen. Namun ada
juga perusahaan yang menerapkan prokes dengan ketat salah satunya di Nusa Halmahera
Mineral.
"Pengalaman yang lebih parah di
Nusa Halmahera Mineral, di Gosowong, Ternate, Maluku Utara, orang yang mau
bekerja dan pulang dari bekerja itu harus di swab. Jadi lebih keras lagi
aturannya," terang dia.
Namun begitu, khusus untuk PHK akibat
dampak pandemi di industri pertambangan hanya sedikit jumlahnya.
"Untuk yang PHK, kelihatannya tidak
terlalu menyolok yaa. Misalnya di perusahaan listrik di Jeneponto, mereka
sempat tidak bekerja tapi upahnya jalan, walaupun yang diterima itu hanya gaji
pokok, tapi hampir tidak kita dengar keluhan adanya PHK terkait anggota-anggota
kita di pertambangan." tandasnya.
Kongres
Tertunda
Sementara dampak pandemi bagi pengurus
federasinya untuk di DPP, saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pertama
diberlakukan pemerintah pada jelang idul Fitri tahun 2020 lalu, Riswan mengaku
sangat khawatir. Oleh karena itu DPP membuat aturan masuk ke kantor DPP secara
bergiliran.
"Kita hanya masuk (bekerja) satu
hari dalam seminggu. Jadi bergantian," terangnya. Tetapi aturan lebih
longgar dibuat DPP setelah idul fitri 2020 lalu, minimal pengurus kembali
bekerja dua atau tiga hari dalam seminggu.
Saat ini, sudah hampir normal. Pengurus
DPP FPE bekerja hampir lima hari dalam seminggu, dan tetap dengan kewaspadaan
tinggi. Riswan mengakui, jika biasanya dia berangkat bekerja naik angkutan umum
menuju DPP, untuk sekarang ini, tidak dilakukannya.
"Biasanya kalau menuju ke kantor
naik angkutan umum seperti kereta, sekarang ini.. saya tidak berani menggunakan
itu karena masih sangat khawatir," katanya.
Selain itu, biasanya dalam satu minggu
bisa dua malam menginap di kantor, tetapi selama covid-19 ini, Riswan
membatasi. "Kita memang belum bisa 100 persen untuk bisa bekerja
mengerjakan pekerjaan organisasi." tandasnya.
Selain itu, pandemi covid juga berdampak
langsung terhadap penundaan beberapa aganda kerja organisasi, salah satunya
Kongres FPE.
"Seharusnya kongres dilakukan April
tahun lalu, tapi itu tertunda sampai sekarang dan baru kita rencanakan untuk
dilaksanakan di bulan Juni 2021. Jadi hampir setahun lebih terjadi
penundaan," terangnya.
Riswan berharap covid-19 segera berlalu
agar ekonomi Indonesia dapat pulih kembali dan dapat melaksanakan kerja-kerja
organisasi seperti biasanya.
Riswan dengan tegas meminta agar pandemi
covid-19 tetap diwaspadai dan tidak dianggap remeh. Ia pun mengajak kalangan
buruh untuk tetap menjaga kesehatan.
"Kawan-kawan semua, Covid-19 jangan
dianggap remeh. Mari kita jaga kesehatan kita dengan cara tiga M. Menjaga
jarak, mencuci tangan dan memakai masker. Hidup buruh...!" serunya.
(*/REDHUGE/TW/REDKBB)