KSBSI.ORG, JAKARTA – INSP!R Indonesia menggelar peringatan Hari Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Internasional. Dalam acara itu, INSP!R Indonesia yang beranggotakan 13 organisasi mencatat kasus kecelakaan kerja terus meningkat dari waktu ke waktu.
Baca juga: Perayaan HUT KSBSI ke-29 Dan Pemutaran film sejarah lahirnya KSBSI ,
Menurut data
BPJS Ketenagakerjaan, kasus kecelakaan kerja di Indonesia terus meningkat dari
tahun ke tahun. Di tahun 2017, BPJS Ketenagakerjaan mencatat jumlah kasus
kecelakaan kerja di Indonesia sebanyak 123.040 kasus, dengan biaya klaim
sebesar Rp.971,95 Miliar.
Kemudian
meningkat di tahun 2018 menjadi 173.415 kasus, dengan biaya klaim sebesar Rp.
1.22 Triliun dan meningkat lagi di tahun 2019 menjadi 182.835 kasus dengan
biaya klaim sebesar Rp. 1.57 Triliun.
Dari kasus
kecelakaan kerja tersebut, lebih dari 4.500 orang meninggal dunia dan lebih
dari 2.400 orang menjadi penyandang disabilitas.
Sementara
itu di bidang kesehatan, sampai dengan bulan Januari 2021, Ikatan Dokter
Indonesia (IDI) mencatat sebanyak 504 tenaga kesehatan meninggal dunia akibat
Covid-19. Mereka terdiri dari 237 dokter, 15 dokter gigi, 171 perawat, 64
bidan, 7 apoteker dan 10 tenaga laboratorium medis.
“Belum lagi
kalau kita hitung, jumlah seluruh tenaga pendukung seperti petugas kebersihan,
staf Rumah sakit dan tenaga sukarelawan kesehatan yang meninggal atau terpapar
Covid-19 akibat pekerjaannya. Kematian tenaga Kesehatan di Indonesia ini
tercatat paling tinggi di Asia dan nomer 5 terbesar di seluruh dunia.” terang
INSP!R Indonesia dalam siaran pers-nya, Selasa (27/4/2021).
INSP!R
Indonesia menerangkan, setiap pekerja mempunyai hak asasi atau Hak Fundamental
untuk hidup dan untuk sehat, terhindar dari kecelakaan kerja atau penyakit
akibat kerja.
Undang-undang
nomer 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) meletakkan
prinsip dasar pelaksanaan K3. Sistem manajemen K3 harus dilaksanakan di semua
tempat kerja, tanpa kecuali, termasuk didalamnya syarat protokol kesehatan,
alat pelindung diri, pelatihan K3, pengawasan, pencegahan dan
penanggulangannya.
“Jaminan sosial ketenagakerjaan khususnya
jaminan kematian dan kecelakaan kerja di semua tempat kerja wajib
dilaksanakan.” tegas INSP!R.
Angka
kematian dan disabilitas yang tinggi, dan terus meningkat akibat kecelakaan dan
penyakit di tempat kerja tersebut diantaranya disebabkan oleh:
1. UU No. 1
Tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tidak bisa lagi
menjawab tantangan dan persoalan terkini, khususnya setelah pandemi Covid-19;
2. Pemerintah
belum menjadikan K3 sebagai isu prioritas, sehingga edukasi dan sosialisasi
mengenai peraturan dan pentingnya K3 tidak optimal, khususnya terhadap pekerja
kontrak, pekerja musiman, pekerja platform digital, pekerja informal, pekerja
rumah tangga, pekerja migran dan pekerja penyandang disabilitas;
3. Lemahnya
peran pengawas ketenagakerjaan dan penegakan hukum untuk memastikan ketentuan
K3 dijalankan dengan baik sesuai ketentuan, serta tidak atau kurang efektifnya
peran lembaga tripartit K3 di tingkat nasional sampai di tingkat perusahaan;
4Lemahnya
kesadaran pengusaha untuk mematuhi aturan hukum tentang K3. Masih banyak
pengusaha yang menganggap K3 sebagai beban biaya, bukan investasi sumber daya
manusia yang dapat mendukung produktifitas pekerja;
5. Masih
banyaknya pekerja yang belum didaftarkan ke program Jaminan Sosial
ketenagakerjaan, khususnya pekerja perempuan di sektor informal, pekerja
kontrak, pekerja musiman, pekerja platform digital, pekerja rumah tangga,
pekerja migran dan pekerja penyandang disabilitas. Per Februari 2021, jumlah
peserta aktif Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian dari kelompok
pekerja penerima upah sebanyak 19,26 juta orang, pekerja migran sebanyak 350 ribu
orang, pekerja jasa konstruksi sebanyak 5,46 juta orang dan peserta Bukan
Penerima Upah sebanyak 2,68 juta orang;
6. Proses
klaim manfaat jaminan kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja dilakukan
oleh perusahaan, sehingga perusahaan enggan melaporkan adanya kecelakaan kerja
atau penyakit akibat kerja untuk mempertahankan status ‘zero accident’ di
perusahaanya. Hal ini merugikan pekerja, khususnya bagi pekerja yang terpapar
penyakit tetapi sudah tidak bekerja lagi di perusahaan tersebut;
7. Selain masalah-masalah
di atas, saat ini BAPPENAS dan DJSN sedang menggagas penggabungan program JKK
dan JKN sehingga nanti pembiayaan kuratif akibat kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja dikelola oleh BPJS Kesehatan. Rencana ini tentunya akan merugikan
pekerja yang selama ini sudah mendapatkan pelayanan jaminan kecelakaan kerja
berupa kuratif, rehabilitatif, dan santunan tidak mampu bekerja, hingga
pelatihan;
8. Untuk
itu, kami mewakili 13 organisasi masyarakat sipil yang tergabung di dalam
Perkumpulan Proteksi Hak-Hak Sosial Indonesia atau “International Social
Protection Rights Indonesia” (INSP!R Indonesia) yang merupakan bagian dari
jaringan internasional organisasi masyarakat sipil untuk Hak-hak Perlindungan
Sosial menuntut kepada pemerintah Indonesia untuk:
a. Segera
merevisi UU No. 1 Tahun 1970 tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja untuk
menjawab tantangan K3 terkini, dan menjadikan K3 sebagai Hak fundamental bagi
setiap pekerja, laki=laik dan perempuan, tanpa terkecuali, di semua tempat
kerja, termasuk K3 untuk pekerja kontrak, pekerja musiman, pekerja platform
digital, pekerja informal, pekerja rumah tangga, pekerja migran dan pekerja
penyandang disabilitas. Untuk itu, INSP!R Indonesia juga mendukung posisi
Pemerintah Republik Indonesia untuk memasukan K3 sebagai Hak Fundamental
Pekerja pada sidang ILO (International Labour Organization) di tahun 2022.
b.
Meningkatkan peran pengawasan dan penegakan hukum aturan-aturan K3, serta
meningkatkan peran efektif Lembaga tripartit K3 di perusahaan, khususnya penerapan
protokol Kesehatan di semua tempat kerja.
c. Melakukan
edukasi dan sosialisasi tentang K3 kepada seluruh pekerja, dengan dukungan
anggaran dari APBN/ APBD dan BPJS Ketenagakerjaan.
d. Mendorong
Kementerian Tenaga Kerja dan BPJS Ketenagakerjaan untuk membuka ruang
pelaporan, keluhan dan klaim manfaat kasus kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja yang efektif, termasuk bagi penyandang disabilitas.
e.
Memperluas kepesertaan dan manfaat Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan
Kematian bagi pekerja kontrak, pekerja musiman, pekerja platform digital,
pekerja informal, pekerja rumah tangga, pekerja migran dan pekerja penyandang
disabilitas.
f. Menolak
dengan tegas rencana menggabungkan Jaminan Kecelakaan Kerja ke Jaminan
Kesehatan Nasional karena akan merugikan pekerja.
8. Mendukung
pelaksanaan Vaksin Covid-19 Mandiri, dengan aturan dan pengawasan yang ketat
tanpa membebani pekerja dengan biaya apapun.
Diketahui,
organisasi anggota INSP!R Indonesia:
-KSBSI
(Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia),
-BPJS Watch,
-KPI
(Koalisi Perempuan Indonesia),
-PJS
(Perkumpulan Jiwa Sehat Indonesia),
-JBM
(Jaringan Buruh Migran),
- TURC
(Trade Union Research Center),
- Flower
Aceh;
- Gajimu.com,
- LIPS/TPOLS,
- GARTEKS
(Federasi Serikat Buruh Garmen, Tekstil, Kulit dan Sepatu),
- REKAN
(Relawan Kesehatan Indonesia),
- KAPRTBM
(Koalisi Pekerja Rumah Tangga dan Buruh Migran),
- JAPBUSI
(Jaringan Pekerja Buruh Sawit Indonesia).
(*/REDKBB/KB)