KSBSI.ORG. Jakarta - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menegaskan pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan terus berkomitmen untuk menghapus pekerja anak, terutama yang bekerja pada bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak.
Baca juga: Sosial Dialog Itu Penting Sebagai Posisi Tawar Serikat Buruh ,
Wujud
komitmen itu ditandai dengan ratifikasi Konvensi ILO Nomor 138 dan Nomor 182
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 dan Undang-Undan Nomor 1 Tahun 2000.
Selain itu,
pemerintah memasukkan substansi teknis kedua yang ada dalam konvensi ILO
tersebut ke dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan.
"Pemerintah
serius dan tegas dalam melakukan berbagai upaya konkret untuk mengurangi
pekerja anak di Indonesia," ujar Menaker Ida saat menjadi keynote speech
pada Webinar Nasional tentang Pencegahan dan Perlindungan Pekerja Anak di
Indonesia, Rabu (23/6/2021).
Menaker juga
menjelaskan pemerintah telah menyusun Rencana Aksi Nasional Penghapusan
Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak (RAN-PBPTA) melalui Keputusan
Presiden Nomor 59 Tahun 2002. RAN-PBPTA ini sebagai acuan dalam penghapusan
bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak tersebut,
“Kita telah
selesai melaksanakan RAN-PBPTA Tahap I dan Tahap II. Untuk saat ini kita sedang
melaksanakan RAN-PBTA Tahap III,” ujarnya.
Dalam
menghapus bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak, Kemnaker telah melakukan
lima upaya nyata, Pertama, meningkatkan pemahaman melalui sosialisasi kepada
dunia usaha dan masyarakat tentang bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak.
Kedua,
melakukan upaya pencegahan dan penghapusan pekerja anak dari BPTA melalui
berbagai program antara lain Program Zona/ kawasan Bebas 8 Pekerja Anak, dan
Kampanye Menentang Pekerja Anak.
Ketiga, pada
tahun 2008 hingga 2020, Kemenaker telah melaksanakan Program Pengurangan
Pekerja Anak dan telah berhasil menarik pekerja anak dari tempat kerja sebanyak
143.456 anak.
Menurutnya,
tujuan program ini guna mengurangi jumlah pekerja anak dari Rumah Tangga Miskin
(RTM) yang putus sekolah untuk ditarik dari tempat kerja melalui pendampingan
di shelter dalam rangka memotivasi dan mempersiapkan anak kembali ke dunia
pendidikan.
“Program ini
dapat berhasil dengan didukung oleh berbagai pihak, baik pemerintah maupun non
pemerintah, termasuk masyarakat,” ucapnya.
Keempat,
penguatan kapasitas penegak hukum norma Pekerja Anak dan BPTA melalui perluasan
pendidikan dan pelatihan, seperti Bimtek pengawasan norma kerja anak.
Kelima,
pelaksanaan kebijakan untuk pencegahan dan penanggulangan Pekerja Anak dan BPTA
baik secara pre-emptif, preventif dan represif oleh Pengawas Ketenagakerjaan
melalui sosialisasi kepada stake holder, pemeriksaan ke perusahaan yang diduga
mempekerjakan anak dan penyidikan.
“Semua
langkah yang diambil tersebut mencerminkan kerja sama dan sinergi dengan
unsur-unsur pentahelix yang ada dan akan terus semakin ditingkatkan di masa
depan,” ujarnya.
Ia juga
mengemukakan bahwa salah satu langkah sinergi Pentahelix yang akan dilaksanakan
dalam Mencegah Pekerja Anak Indonesia, yaitu Kemnaker bekerja sama dengan
berbagai pihak, terutama dunia usaha untuk melaksanakan Pencanangan Indonesia
Bebas Pekerja Anak Tahun 2022 di Karawang International Industry City (KIIC),
Modern Cikande 10 Industrial Estate (MCIE) di Karawang, Kawasan Industri
Makasar (KIMA), Modern Cikande Estate (MCIE) di Banten, dan Krakatau Industrial
Estate Cilegon (KIEC) di Banten. (sumber: Biro Humas Kemnaker)