KSBSI.ORG, Yasonna H Laoly Menteri Hukum dan HAM baru saja membuat kebijakan tentang larangan sementara bagi warga negara asing dan Tenaga Kerja Asing (TKA) masuk ke Indonesia mulai 27 Juli 2021. Alasan larangan ini sesuai Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat Level 3 dan PPKM Level 4, untuk mengatasi ledakan kasus pandemi Covid-19.
Baca juga: Terjadi Pemberangusan Serikat Buruh Kamiparho, Polres Batubara Buka Lidik, Catatan Kritis KSBSI Terkait Masuknya Pasal Perlindungan Migran ke UU Cipta Kerja ,
Namun
ada syarat bagi warga dan TKA yang boleh masuk ke Indonesia. Syaratnya ada 5
poin, diantaranya:
1.
Warga asing yang memegang visa diplomatik.
2.
Warga asing pemegang izin tinggal diplomatik dan izin tinggal dinas.
3.
Warga asing pemegang izin tinggal terbatas.
4.
Warga asing dengan izin tinggal tetap.
5.
TKA dengan tujuan kesehatan dan kemanusiaan. Seperti dokter dalam rangka tugas
penanganan covid-19, petugas lab yang ada kaitannya dengan tugas kemanusiaan.
Ini
juga termasuk bagi awak angkut pesawat baik darat udara maupun laut ini yang
diperbolehkan harus mendapat rekomendasi dari kementerian lembaga terkait serta
memenuhi ketentuan prokes covid-19, seperti bukti PCR test dan melakukan
karantina.
“Pemerintah
juga telah merevisi Permenkumham nomor 26 tahun 2020 tentang visa dan izin
tinggal dalam masa adaptasi kebiasaan baru. Dalam Permenkumham nomor 27 tahun
2021, TKA yang sebelumnya datang ke Indonesia sebagai bagian dari proyek
strategis nasional, saat ini sama sekali tidak boleh masuk Indonesia,”
terangnya.
Riswan
Lubis Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Federasi Pertambangan dan Energi
Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (DPP FPE KSBSI) mengatakan
kebijakan tersebut dinilainya sudah tepat. Walau keputusannya terlambat.
“Tapi
tidak masalah kalau pemerintah terlambat membuat keputusan, dari pada tidak ada
sama sekali,” ucapnya, saat diwawancarai melalui seluler, Jumat (23/7/21).
Menurutnya,
pemerintah terkesan ada diskriminasi antara pekerja lokal dan TKA. Pasalnya,
ditengah negara ini sedang darurat Covid-19, justru banyak TKA leluasa masuk
dan bekerja di Indonesia. Sementara buruh lokal setiap mereka bekerja selalu
dibatasi aktivitas bekerjanya. Dengan alasan untuk menghentikan penyebaran
virus Corona.
“Tingginya
penyebaran Covid-19 di Indonesia saat ini saya duga mungkin ada faktor masuknya
TKA dari Cina dan India ke Indonesia,” ujarnya.
Alasannya,
waktu meledaknya virus Corona varian Delta dari India beberapa waktu lalu,
justru banyak TKA dari negara itu datang ke Indonesia. Artinya, dalam hal ini,
Riswan mengungkapkan pemerintah tidak tegas mengantisipasi virus berbahaya
tersebut masuk ke dalam negeri.
“Saat
TKA dari India ini masuk bekerja diwilayah Kalimantan Timur, mungkin diantara
mereka ada yang terkena virus Corona varian Delta. Sehingga dan akhirnya
masyarakat banyak menjadi korban,” jelasnya.
Sarannya,
ditengah Indonesia darurat Covid-19, TKA yang datang harus diseleksi ketat
serta dibatasi jumlahnya. Nah, untuk proyek investor asing yang lagi berjalan,
sebagian pekerjanya diserahkan saja pada tenaga kerja lokal. Kalau pun
dibutuhkan TKA, cukup yang yang memiliki keahlian khusus.
“Fakta
dilapangan, TKA dari Cina yang datang ke Indonesia itu memang banyak pekerja
kasarnya. Dimana semestinya bisa dikerjakan tenaga kerja lokal. Kalau pekerja
kita dilibatkan bekerja di proyek tersebut, bisa mengurangi pengangguran dimasa
pandemi ini,” ungkapnya.
Riswan
juga mensinyalir ada kesan pejabat negara dan investor asing ada main mata dan
kesepakatan terselubung. Sehingga investor asing ini bisa leluasa membawa
tenaga kerja dari negaranya untuk bekerja di Indonesia.
“Soal
ramainya TKA seperti dari Cina masuk ke Indonesia sebenarnya sudah banyak
memprotes. Seperti dari serikat buruh, DPR dan termasuk kami ikut bersikap.
Tapi waktu itu pemerintah terkesan acuh tak acuh, baru sekarang saja mereka
dilarang masuk dengan status sementara,” tegasnya.
Dia
berharap ada baiknya pemerintah melakukan program peningkatan keahlian (skill)
di dunia kerja untuk masyarakat Indonesia. Supaya kedepannya, posisi tawar
pekerja lokal bisa bersaing dan mampu mengerjakan objek vital proyek milik
investor asing. (A1)