KSBSI.ORG, JAKARTA - Sidang judicial review UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja kembali dilanjutkan. Rapat Permusyawaratan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menetapkan sidang dilanjutkan pada Kamis 5 Agustus 2021 pukul 10.00 WIB.
Baca juga: Pemerintah Belum Ada Niat Serius Memberantas Kejahatan Perdagangan Orang,
"Sehubungan dengan itu, berdasarkan Pasal 38 ayat (1)
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-undang 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, para pihak, saksi, dan ahli wajib hadir
memenuhi panggilan Mahkamah Konstitusi," terang surat Panggilan Sidang MK
nomor 211.103/PUU/PAN.MK/PS/7/2021, yang ditujukan untuk para Pemohon Judicial
Review perkara Nomor 91-103-105-107/PUU-XVIII/2020 dan perkara Nomor
4-6//PUU-XIX/2021 perihal Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja terhadap UUD 1945.
Pada Sidang Keempat ini, Hakim akan melakukan pemeriksaan dengan
mendahulukan permohonan pengujian formil. Sidang sendiri akan dilakukan secara
daring atau online.
Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) selaku Pemohon
dengan perkara Nomor 103/PUU-XVIII/2020, seperti biasa akan menggelar sidang di
Kantor Pusat KSBSI. Pada sidang ini KSBSI sudah menyiapkan untuk mengajukan
Ahli.
"KSBSI akan mengajukan Ahli," kata Ketua Tim Kuasa Hukum
KSBSI, Harris Manalu SH saat dikonfirmasi, Selasa (3/8/2021). Menurut Mantan
Hakim Adhoc di Pengadilan Hubungan Industrial ini, tak ada persiapan khusus
yang dilakukan KSBSI, kecuali menyiapkan (Saksi) Ahli.
Hakim MK sendiri telah membatasi jumlah Ahli dan jumlah Saksi
Pemohon yang dihadirkan oleh keseluruhan Pemohon, yakni Ahli dibatasi hanya 6
Ahli sedangkan Saksi Pemohon dibatasi maksimal hanya 12 orang saksi.
Sidang judicial review direncanakan untuk pemeriksaan uji formil
terlebih dulu. "(uji) Materiil setelah formil selesai," tandas Harris
Manalu.
KSBSI Yakin
Menang di Uji Formil
Menyorot Sidang ke-3 judicial Review Omnibus law UU Cipta Kerja
(Ciker) pada Kamis 17 Juni 2021 lalu, Supardi SH MH, Anggota Tim Kuasa Hukum
sekaligus Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Federasi Serikat Buruh Makanan
Minuman Pariwisata Restoran Hotel dan Tembakau (DPP FSB KAMIPARHO) angkat
bicara.
“Kalau saya melihat dari kacamata hukum, KSBSI menang!,” tegas
pria yang akrab disapa ‘Bang Jeck’ ini saat diwawancarai di Kantor Pusat KSBSI
di Jakarta, Jumat (18/7/2021). Namun begitu, menurut dia, jika melihat dari
kacamata politik, putusan bisa jadi berbeda.
“Kalau dari kacamata politik kan gak bisa begitu. Politik itu kan
intervensi sementara kalau filosofi hukum itu jelas. (Secara politik) Bahwa
hukum itu bisa menjadi kekuatan alat penguasa,” terangnya.
Ia membedah, mengapa KSBSI bisa menang di Uji Formil. Dalam
analisa hukum-nya, khusus dalam tahap pembuatan Omnibus Law UU Cipta Kerja, apa
yang ia dengar dalam persidangan, pembuatan UU Cipta Kerja dinilainya cacat
hukum.
“Kalau saya melihat.. Satu, memang proses pembuatan Undang undang
itu sudah cacat. Kan unsurnya harus melibatkan stakeholder.. terus meminta
pendapat dari masyarakat yang berkompeten di bidang itu. Kalau ketenagakerjaan
bisa dari NGO, bisa dari Serikat Buruh, bisa dari APINDO, bisa dari Sarbumusi,
cuma itu kan dilakukannya setengah-setengah,” kata Supardi.
Selain itu, ia juga melihat proses pembuatan UU cipta Kerja juga terkesan
terburu-buru. “Kayak nguber apa saja yang penting deadline.. jadi! Seolah-olah
saya melihat Ciker ini seperti kejar paket. Pokoknya selesai, uang turun..
gitu,” paparnya.
“Makanya, sampai akhir mau ditandatangani Jokowi itu berubah 5
kali.” tandas dia.
Ada 5 draft RUU
Ciker
Ia mengungkapkan, dalam proses persidangan, Salah satu Hakim
Anggota mengatakan bahwa majelis punya lima draft RUU Cipta Kerja yang
dikeluarkan oleh DPR sebelum ditandatangani Presiden Jokowi.
“Hakim Sadeli itu ngomong (dipersidangan) Kami punya draft (RUU
Cipta Kerja) lima-limanya. Dan itu dikeluarkan oleh DPR. Sementara Arteria
Dahlan (Anggota DPR Komisi III) mengatakan itu hoax!” terang dia.
“Hoax darimana?” kata supardi. Diungkapkannya, ada salah satu
serikat juga bicara bahwa mereka juga mendapatkan draft RUU Cipta Kerja
langsung dari DPR. “Tiga kali saya dapat perubahan, tiga kali.” tandas Supardi
mengulang pembicaraannya dengan pengurus
serikat tersebut.
Selain itu, di samping terburu-buru, menurut dia, stakeholder juga
tidak dilibatkan sepenuhnya. Supardi mencontohkan bahwa KSBSI pernah
mengusulkan beberapa pasal perbaikan perundang-undangan Ketenagakerjaan dalam
drfat RUU Cipta Kerja, namun tidak ada satupun usulan KSBSI yang dimasukan
dalam UU Cipta Kerja. Ia pun menuding pembuatan UU Cipta Kerja sudah salah.
“Cara pembuatan (UU Cipta Kerja) nya saja sudah salah,” tudingnya.
"Lalu hal yang bertentangan.. kan dia (UU Cipta Kerja) selalu
alibinya dikorelasikan dengan pasal 33 UUD 1945. Sementara itu kan
(Kesejahteraan) turun dari UU 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, nilai
kesejahteraannya secara keseluruhan kan turun. Ke Ciker itu turun.
Terdegradasi-lah.” tuturnya.
Contohnya, menurut Supardi, Upah biasanya ditentukan oleh upah
minimum provinsi, nantinya di UU Cipta Kerja tidak diberlakukan lagi.
Kemudian soal upah sektoral juga tidak ada lagi. Wajar kemudian
jika ia melihat berdasarkan pendapat majelis Hakim MK, pemerintah dan DPR RI lemah
dalam uji formil ini. “Semua pendapat majelis Hakim MK, aku melihatnya
..pemerintah dan DPR lemah,” tandasnya.
Terkesan Kejar
Tayang
Senada dengan Ketum FSB Kamiparho, Saut Pangaribuan anggota Tim
Kuasa Hukum KSBSI mengatakan penjelasan keterangan saksi dari perwakilan DPR
secara keseluruhan belum siap, termasuk juga dari pemerintah.
Menurut dia, kedua lembaga ini bakal kesulitan memberikan
keterangan di persidangan selanjutnya. Sebab, kalau nanti Hakim MK
mempertanyakan dan meminta buktinya, bisa tidak sejalan.
“Kalau pun nanti pemerintah dan DPR duduk bersama, pasti
masing-masing akan memberikan versi keterangan berbeda. Sebab mereka harus bisa
menunjukan bukti-bukti yang sah, bukan lisan,” ungkapnya, Kamis (17/6/2021).
Selain itu, selama proses pembuatan draf Undang-Undang Cipta
Kerja, Saut mengatakan pemerintah terkesan kejar tayang, tanpa melibatkan semua
unsur. Termasuk saat membuat Daftar Inventarisir Masalah (DIM) nya juga sangat
dipertanyakan.
“Menurut saya, produk Undang-Undang Cipta Kerja dibuat secara asal
jadi, kwalitasnya sangat minim. Ide dan mekanisme pembuatannya dipertanyakan,
dan terkesan ada pesanan dari kelompok tertentu,” terangnya.
Jadi, keuntungan pemohon uji materi dari undang-undang ini,
pemerintah dan DPR juga akan sulit membantah materi gugatan yang disampaikan
pemohon. Ditambah lagi, bukti tertulis yang sudah dimiliki pemohon akan perkuat
saksi ahli saat menjelaskan prosedur membuat undang-undang.
Saut yakin, pihaknya (KSBSI) akan menang dalam sidang permohonan
formil uji materi UU Cipta Kerja, kalau MK bisa bersikap adil dalam menegakan
hukum.
"Karena KSBSI sudah melakukan kajian dan mengumpulkan bukti
valid untuk membatalkan beberapa pasal undang-undang yang dinilai mendegradasi
hak buruh." tandas Saut Pangaribuan. [REDKBB]