KSBSI.org, JAKARTA-Yatini Sulistyowati Ketua Departemen Buruh Migran Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) mengatakan dimasa pandemi Covid-19, kasus pengiriman Pekerja Imigran Indonesia (PMI) ilegal meningkat. Salah satunya terjadi dijalur laut Selat Malaka yang berdekatan dengan perbatasan Negara Malaysia. Seperti di Batam dan Tanjung Pinang Kepulauan Riau dan Tanjung Balai Sumatera Utara.
Baca juga: Dedi hardianto : Koperasi Bisa Menjadi Salah Satu Pilar Terwujudnya Kesejahteraan Kaum Pekerja Di Masa Depan,
Dia menjelaskan, aparat keamanan juga masih sering
kecolongan menangkap mafia sindikat perdagangan orang. Karena permainan mereka
begitu rapi. “Bahkan ada oknum-oknum yang terlibat bermain dalam bisnis ilegal
ini,” ucap Yatini saat diwawancarai di Gedung KSBSI, di Cipinang Muara, Jakarta
Timur, Senin (24/1/2021).
Alasan banyak masyarakat memilih bekerja di negara
lain, namun dengan cara PMI ilegal dilatarbelakangi persoalan ekonomi serta sulitnya
lapangan kerja di negara ini. Sementara, sekarang ini pemerintah masih fokus
mengatasi ledakan pengangguran akibat dampak pandemi. Kemudian, mereka tergiur
dengan janji-janji manis oleh calo-calo sindikat perdagangan orang.
“Calo-calo ini menjanjikan kalau bekerja di negara
luar gajinya tinggi. Padahal, sebenarnya telah menjadi korban. Sehingga
akhirnya, PMI ilegal ini banyak menumpuk di negara tujuan, seperti di Malaysia,
daerah Johor, Malaka dan Malayia Timur dan sebagian Negara Singapura,”
ungkapnya.
Karena itulah, Yatini mendesak pemerintah bertindak
tegas memerangi sindikat PMI ilegal. Sebab, korban yang tertipu dan meninggal
pun semakin bertambah setiap tahun. Begitu juga aparat negara yang ditugaskan
dalam pengawasan PMI ilegl didaerah perbatasan sebaiknya dibuat semakin
profesional.
“Bahkan, hasil investigasi kami, pelaku sindikat PMI
ilegal masih tetap memainkan bisnisnya, walau sudah dijebloskan ke penjara,”
terangnya.
Untuk memberantas kejahatan sindikat PMI ilegal, ia
menyampaikan pemerintah harus melibatkan masyarakat. Kalau hanya bekerja
sendiri, pastilah sangat sulit. Sebab, wilayah perbatasan Indonesia dengan
negara lain itu sangat luas. Dan sindikat PMI ilegal ini waktu menghantarkan
korban tidak memakai kapal dari pelabuhan resmi.
“Tapi mereka memakai kapal tongkang dari pelabuhan
kecil dengan memakai paspor wisata,” ujarnya.
Sebenarnya, pemerintah sudah membuat peraturan untuk
menindak pelaku sindikat PMI ilegal. Termasuk Badan Pelindungan Pekerja Migran
Indonesia (BP2MI) dan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) juga telah
membentuk Satuan Tugas (Satgas) masing-masing. Tapi, faktanya, 2 lembaga negara
tersebut belum terlihat saling bersinergi.
“Saya nilai Kemnaker dan BP2MI masih saling
mengedepankan sikap ego masing-masing dalam untuk memberantas pelaku sindikat PMI
ilegal,” ucapnya.
Jadi, langkah yang harus dilakukan pemerintah sekarang
ini ada baiknya melakukan sosialisasi edukasi kepada masyarakat, terutama
didaerah desa-desa. Sebab, kepala desa sendiri masih banyak yang belum
mengetahui tentang aturan pemberangkatan PMI secara legal.
“Bahkan ketika kami melakukan sosialisasi, pihak
polisi di Kabupaten Blitar dan Tulungagung
Jawa Timur menyampaikan belum pernah menerima dan menangani kejahatan
sindikat PMI ilegal. Padahal, di 2 daerah ini kasusnya sangat tinggi. Tapi
intinya, mereka sangat tertarik untuk segera mempelajarinya,” ujarnya.
Tahun ini Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan
pemimpin Negara G20. Oleh sebab itulah, KSBSI akan mengkampanyekan tentang
perlindungan hak buruh migran dalam pertemuan tersebut. Karena tak bisa
dipungkiri, sampai saat ini Indonesia salah satu negara pengirim terbanyak PMI
ke negara luar.
“KSBSI akan menyuarakan dalam pertemuan ini,
agar negara penerima PMI juga harus ikut bertanggung jawab tentang perlindungan
HAM dan keselamatan kerja mereka,” tandasnya. (A1)