KSBSI.org,Beberapa waktu lalu, Serikat Buruh Migran Indonesia (SEBUMI) afiliasi Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) melakukan pendampingan advokasi kepada buruh migran. Hal ini terjadi pada MSM, seorang Buruh Migran asal Sulawesi Barat yang diberangkatkan oleh PT. Bumi Mas Indonesia Mandiri (BMIM). Namun tidak memiliki Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (SIP3MI) ke Brunei Darussalam. Proses administrasi MSM dilakukan di Jawa Barat (Bekasi, Depok) tanpa ada Id dari LTSA/Disnaker setempat, ditempatkan tanpa ada visa kerja, tanpa didaftarkan menjadi peserta BPJS. Termasuk tidak ada Kontrak Kerja.
Baca juga:
Setelah
bekerja selama 4 bulan kemudian MSM sakit. Lalu majikannya mengembalikan ke
agncy di Brunei, tetapi sama agency dicarikan majikan baru, bekerja selama 14
hari dikembalikan lagi ke agency, kembali sama aency dicarikan majikan bekerja
4 hari. Majikannya takut, karena sakit MSM semakin parah kedua kaki bengkak. Tetapi
agency bersih keras untuk mempekerjakan MSM walau dalam keadaan sakit. Setelah
MSM kejang-kejang MSM dipanggilkan ambulance untuk dibawa ke rumah sakit di
Brunei. Tapi ia mendapatkan penanganan seadanya, karena tidak ada yang
menanggung.
SEBUMI
KSBSI pun langsung berkoordinasi dengan atase ketenagakerjaan di KBRI Brunei
Darussalam, agar MSM segera ditangani dan mendapatkan pendampingan. Dengan
respon cepat dari atase ketenagakerjaan MSM dilakukan scranning seluruh badan.
Serta menekankan kepada pihak agency untuk bertanggung jawab, sebelum ditangani
pihak Atase. MSM selalu dimintai uang dari 23 juta sampai 30 juta. Padahal
mereka tahu, bahwa MSM tidak ada uang, tetapi ditegaskan oleh staf Atase, bahwa
MSM tidak perlu mengeluarkan apa-apa ini adalah tangung jawab Agency. Dan Atase
tetap memantau perkembangan kesehatan MSM
Kesehatan
MSM akhirnya berangsur-angsur membaik. Karena kondisi MSM belum sepenuhnya
sehat maka diminta Agency untuk memulangkan MSM kembali ke Indonesia.
Singkatnya, MSM akhirnya dipulangkan pada 3 September dengan pantauan dari SEBUMI
dengan menjemput ke bandara. Karena sebelumnya, pihak perusahaan di Bekasi berjanji
menjemput dan akan memulangkan MSM ke Palu.
Namun
hal itu dinilai sangat mencurigakan bagi SEBUMI. Setelah sampai di Bandara
Sokarno Hatta (Soetta) Cengkareng Jakarta Barat, SEBUMI langsung berkoordinasi
dengan petugas BP2MI di Bandara Soetta untuk penjemputan MSM. Setelah bertemu, kemudian
Yatini Sulistyowati Ketua Umum SEBUMI langsung menyerahkan MSM ke BP2MI untuk
mendapatkan perlindungan dari PT dan juga menyerahkan reintegrasi/pemulangan
sampai daerah asal.
Dugaan
dan kekawatiran Yatini akhirnya terbukti. Pihak PT menghubungi MSM dengan
melakukan intimidasi agar MSM mau dibawa kembali ke PT melalui sopir PT. MSM. Karena
dalam keadaan takut mengikuti skenario PT untuk mau keluar dan kembali ke
penampungan PT diwilayah Bekasi Jawa Barat.
Sampai di penampungan HP MSM di sita lalu mendapatkan kekerasan secara
verbal. Dan belum bisa dipastikan apakah MSM akan di berangkatkan lagi atau
menjadi disandera untuk mendapatkan uang dari keluarga MSM.
SEBUMI
kehilangan kontak MSM sejak siang hari dan berkoordinasi dengan Lounge BP2MI di
Bandara Soetta. Namun jawaban petugas mengejutkan, bahwa MSM dijemput adik
iparnya. Padahal MSM tidak ada keluarga di Bekasi. Namun enath kenapa tiba tiba
ada keluarga dan petugas BP2MI mengirimkan bukti serah terima MSM ke keluarga,
data penjemput, nomor telepon penjemput dan foto pelaku.
“Tentu
saja ini sangat mengejutkan bagi serikat buruh migran, mengapa lembaga negara
yang mendapatkan mandat perlindungan terhadap PMI bisa menyerahkan PMI
penyintas tanpa seleksi ketat,” ucapnya Yatini.
Setelah
melalui koordinasi dan menghubungi nomor HP MSM maupun pelaku tidak ada respon.
Sehingga perlu penekanan kepada pelaku untuk bersedia mengangkat teleponnya.
Dan pada sore menjelang Maqrib, pelaku mengangkat telepon dengan sedikit nada
penekanan, bahwa dia mengaku disuruh pihak sponsor untuk menjemput MSM.
Hal-hal
seperti diatas banyak terjadi karena PT atau agency tidak mau dirugikan dan
mengunakan segala cara untuk menjerat PMI untuk membayar setiap pengeluaran. Padahal
itu adalah tanggung jawabnya. Petugas yang seharusnya memiliki mindset
melindungi korban ternyata seperti ekspektasi dalam membentuk lembaga negara
ini. (A1/red)