Aktivis Serikat Buruh: Upah Minimum 2023 Sebaiknya Tidak Mengacu PP Nomor 36

Aktivis Serikat Buruh: Upah Minimum 2023 Sebaiknya Tidak Mengacu PP Nomor 36

.

KSBSI.org, Trisnur Priyanto Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Pengurus Pusat (DPP) Federasi Serikat Buruh Garmen, Kerajinan, Tekstil, Kulit dan Sentra Industri-Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (FSB GARTEKS KSBSI) mendesak pemerintah agar upah minimum pada 2023 harus naik. Pasalnya, kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) sebesar 30 persen berdampak pada harga kebutuhan dan transportasi naik. Sehingga, perekonomian buruh semakin dilematis.

Baca juga:  Ada Oknum Tertentu Membuat Fitnah ‘Pelecehan’ Terhadap tim Organiser FSB GARTEKS KSBSI di Cirebon,

“Menurut saya kenaikan upah minimum tahun 2023 nanti naik sebesar 10 sampai 13 persen sudah layak,”ucapnya, saat diwawancarai melalui seluler, Kamis (13/10/2022).

Trisnur menceritakan terkait wacana upah sebesar 10 sampai 13 persen, mungkin banyak kalangan pengusaha keberatan dengan sebesar itu. Bahkan mereka mewacanakan sebaiknya naik sebesar 5 persen saja.  Menurutnya hal itu wajar saja. Karena setiap tahun, pengusaha selalu keberatan dengan kenaikan upah dari tuntutan buruh.

Baik, selama diterapkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Upah dan setelah terbitnya PP Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan. “Ya karakter pengusaha dari dulu memang begitu, selalu mengeluh dann keberatan dengan kenaikan upah. Maunya mereka upah buruh murah terus,” jelasnya.

Ia mengingatkan pemerintah, khususnya Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) agar lebih memihak pada kepentingan buruh. Sebab, pasca disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja, kondisi perekonomian buruh di Indonesia semakin terpuruk. Artinya, pemerintah dimasa pemulihan ekonomi ini jangan hanya mementingkan kepentingan pengusaha. Padahal, Sri Mulyani Menteri Keuangan mengatakan, tahun ini kondisi perekonomian Indonesia semakin membaik pasca pandemi. 

“Nah, sementara buruh sampai hari ini banyak ditumbalkan dalam aturan regulasi,” tegasnya.

Selanjutnya, Trisnur menjelaskan dirinya bersama perwakilan serikat buruh/serikat pekerja baru saja bertemu dengan pihak Kemnaker. Dimana dalam pertemuan tersebut, Kemnaker membahas wacana kenaikan upah minimum 2023. Serta menampung semua saran kenaikan upah minimum.

“Namun setelah semua perwakilan serikat buruh memberikan pemasukan, justru pihak Direktur Pengupahan Kemnaker masih mempertahankan upah minimum tetap mengacu PP Nomor 36. Karena PP tersebut ada kompensasi penerapan Struktur Skala Upah di perusahaan,” ungkapnya.

Intinya, Trisnur menegaskan serikat buruh sebenarnya tidak menginginkan kenaikan upam minimum berdasarkan PP Nomor 36. Namun lebih setuju pada acuan PP Nomor 78. Sebab, kalau mengacu pada PP Nomor 36, kemungkinan besar kenaikan upah  minimum tahun depan hanya naik sebesar 5 persen.

“Walau PP Nomor 36 sudah diterbitkan hasil produk turunan UU Cipta Kerja, sebenarnya PP Nomor 78 tahun 2015 ini masih memiliki legalitas hukum yang kuat. Sebab hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) UU Cipta Kerja kan inkonstitusional bersyarat. Dan harus di revisi oleh DPR RI selama 2 tahun,” terangnya.

Intinya, ketika pemerintah saat membuat keputusan upah minimum, jangan hanya mengacu pada penerapan Struktur Skala Upah. Sebab faktanya, sampai hari ini masih banyak pengusaha tidak mau menjalankan Struktur Skala Upah di perusahaan. Bahkan, perwakilan buruh di perusahaan pun sangat jarang dilibatkan dalam pembuatan formula upah yang layak.

“Padahal, dalam aturan PP Nomor 36 itu, perusahaan wajib menjalankan Struktur Skala Upah. Tapi minim dijalankan dan pemerintah pun malas memberi tindakan tegas jika ada pengusaha yang tak menjalankannya,” ungkap Trisnur.

Intinya, Trisnur menyampaikan DPP FSB GARTEKS KSBSI menyerukan kepada semua Dewan Pengurus Cabang (DPC) dan Pengurus Komisariat (PK) untuk mendorong kenaikan upah minimum 2023. Dia khwatir, jika tidak ada tekanan, maka upah tahun depan tidak ada kenaikan. Serta menolak standar upah minimum yang mengacu  PP Nomor 36.

“Pemerintah sebaiknya mengacu pada PP Nomor 78 saja, karena buruh sekarang ini untuk bertahan hidup saja sudah susah. Dan saat pemerintah hendak membuat keputusan upah minimum 2023, tidak lagi membuat Surat Edaran (SE) agar kepala daerah tunduk pada aturan Kemnaker,” tandasnya. (A1)

Komentar