"Jadi yang jelas, Road map ketenagakerjaan memang masih menjadi sesuatu yang kita pertanyakan dari program besarnya pemerintah Indonesia ini,"
Baca juga: Pernyataan Sikap Serikat Buruh/Pekerja Indonesia Tentang Climate Change dan Transisi Berkeadilan,
KSBSI.ORG, JAKARTA - Perubahan Iklim beserta dampaknya telah merubah berbagai aspek kehidupan yang berpengaruh besar terhadap masa depan buruh dan pekerja di Indonesia. Persoalan ini makin serius dibahas Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) bersama Koalisi Serikat Buruh Serikat Pekerja (SP/SB) dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bekerja di isu lingkungan dan Ketenagakerjaan.
Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah telah berencana melakukan penutupan pada beberapa sektor industri, terutama batu bara beserta industri pasokannya yang terkait langsung dengan dampak perubahan iklim.
Sayangnya isu ini belum mendapat perhatian serius dari sebagian besar pemangku kepentingan sementara pemanasan global telah berdampak semakin buruk terhadap semua sektor ekonomi, sosial dan industri.
Maria Emeninta, Koordinator Koalisi SP/SB untuk Climate Change dan Just Transition memaparkan 'Transisi yang Adil dalam Ketenagakerjaan Indonesia' dan Upaya-upaya yang sudah dilakukan SP/SB untuk mengakomodir Transisi Berkeadilan di Indonesia dan update COP27.
Secara khusus Ia mengupdate beberapa hal yang berkaitan dengan transisi energi yang sudah dikomunikasikan di beberapa forum global seperti di Glasgow Cop tahun lalu dan menjadi agenda di Presidensi G20 yang baru saja berakhir.
"Kita tahu kalau pemerintah sudah melakukan, sudah menyusun, sudah mendesain sejumlah kebijakan program, mitigasi, adaptasi yang juga menjadi injury time dalam Nationally Determined Contribution (NDC), microchip Indonesia untuk pengurangan emisi," kata Maria saat berbicara dalam forum aliansi SP/SB untuk Climate Change dan Just Transition yang digelar di Gedung Cimandiri One, Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (7/12/2022).
Ia menyoroti program dan kebijakan Pemerintah terkait Climate Change dan Just Transisi dalam bidang ketenagakerjaan.
"Jadi yang jelas, Road map ketenagakerjaan memang masih menjadi sesuatu yang kita pertanyakan dari program besarnya pemerintah Indonesia ini," terangnya.
Ia mengajak SP/SP dan LSM yang tergabung dalam aliansi untuk dapat mempertajam dan berkolaborasi untuk berbagai hal-hal yang menjadi concern bersama ke depan.
"Kita tau kalau ini harus juga sesuatu yang diperlukan untuk menyeimbangkan apa yang kita lihat dari program pemerintah untuk transisi energi dengan sektor-sektor yang lain yang menjadi fokus bersama, terutama 5 sektor utama yang menjadi fokus kebijakan negara." tandasnya.
Ia pun mengupas pengurangan emisi karbon sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan pengurangan emisi yang mencapai 26 persen, lalu di era Presiden Joko Widodo dengan penambahan pengurangan emisi dari 26 persen menjadi 29 persen dan perkembangan terbaru dengan penambahan target pemerintah 31,89 persen dengan usaha sendiri dan 43,2 persen dengan bantuan internasional.
Maria meminta kepada mitra LSM untuk menyoroti juga target pemerintah yang disebutnya ambisius. "Padahal kritisi kita dengan target yang ambisius ini ternyata masih sangat jauh yaa. Jadi ini sesuatu yang penting untuk bagaimana kita meresponnya," terang dia.
Menurut Maria, pengurangan emisi yang terbaru dengan target ambisius pemerintah di implementasikan melalui penggunaan lahan dan tata ruangnya.
"Seperti dengan manajemen upah berkelanjutan. Yang lebih spesifik ditambahannya, biro pemilihan ekosistem, penindakan produktivitas pertanian, konsentrasi energi, promosi energi terbarukan, manajemen yang lebih baik berupa pembiayaan transfer teknologi dan pengembangan kapasitas," terangnya.
Sebelumnya, dalam Isu Perubahan Iklim dan Transisi yang Adil, Maria memaparkan dampak perubahan iklim yang mengancam jutaan pekerja di sektor tambang, terutama batubara dan rantai pasokan yang akan kehilangan pekerjaan.
"Masalah ini harus menjadi perhatian serius, belum lagi jenis pekerjaan di sektor transportasi, jasa dan lainnya." kata Maria. Ia menjelaskan harus ada dorongan atau tuntutan kepada pemerintah, dalam hal ini demand (tuntutan) buruh kepada pemerintah, diantaranya:
1. Membuat Roadmap Ketenagakerjaan secara komprehensif dengan Roadmap NZE Indonesia dan Roadmap Transisi Energi;
2. Segera bentuk Komite Tripartit (Atau Plus) untuk Just Transition, untuk mengawal phase coal out/transisi energi Indonesia, atau transisi sektor lainnya.
"Seharusnya sudah ada lembaga atau struktur yang kita mau untuk mengawal semua ini." ungkapnya.
Untuk mengkampanyekan just transision, maka diperlukan strategi, seperti pemberian pelatihan dan peningkatan skil (oleh pemerintah dan pengusaha), perlindungan sosial (antisipasi dan pasca kebijakan), ekonomi mikro, terutama informal. Lalu akses prioritas pada mantan buruh terimbas (pekerjaan lebih hijau).
“Terakhir akses terhadap informasi dan mengedepankan agenda sosial dialog ke lintas elemen,” tandasnya.
Pertemuan aliansi SP/SB untuk Climate Change and Just Transition ini diikuti oleh:
1. KSBSI,
2. FPE,
3. FSB NIKEUBA,
4. FKUI,
5. FTIA,
6. F LOMENIK,
7. SARBUMUSI,
8. FARKES KSPI,
9. KEP KSPI,
10. WALHI,
11. IRID,
12. JATAM,
13. IGJ,
14. WWF,
15. GREEN PEACE,
16. NEXUS,
17. AEER,
18. IESR,
19. Yayasan Indonesia Cerah,
20. GSBI,
21. Sawit Watch.
Persoalan lainnya yang dibahas dalam pertemuan ini adalah soal persamaan persepsi pada kata "Just Transition". Forum harus menentukan dan menyepakati definisi Just Transition untuk menentukan langkah terbaik ke depan.
Pada sesi terakhir, dibuat kesepakatan bahwa Aliansi SP/SB dan LSM untuk Climate Change dan Just Transition nantinya akan melakukan pertemuan-pertemuan kembali untuk merancang kesepakatan bersama.
[REDHUGE/KBB]