Talk Show KSBSI, Regulasi Cipta Kerja Langgar Konvensi ILO 98/1949? Simak Ulasannya

Talk Show KSBSI, Regulasi Cipta Kerja Langgar Konvensi ILO 98/1949? Simak Ulasannya

Harris Manalu Sh, Ketua LBH KSBSI dan Rinaldo B. Siringo-ringo Moderator Talk Show KSBSI. (Foto: Dokumen Media KSBSI).

"Tiga konfederasi dan ITUC telah mengirim surat ke ILO pusat di Jenewa minta Regulasi Cipta Kerja ini dibahas dalam Konferensi ILO Juni mendatang. Dan telah dilaporkan Regulasi Cipta Kerja ini telah melanggar Konvensi ILO 98/1949 Tentang Hak Berorganisasi dan Berunding Bersama." tegasnya.

Baca juga:  ITUC Dukung Penuh Buruh Indonesia Tolak Perppu Cipta Kerja, Siapkan Kampanye Internasional,

KSBSI.ORG, JAKARTA - Dapat dipastikan DPR akan tetap mengesahkan Perppu Cipta Kerja (Ciker) menjadi Undang undang. Kepastian itu diungkap oleh Wakil Ketua Baleg DPR RI Achmad Baidowi. Ia mengatakan Perppu Ciker akan dibawa dalam rapat paripurna berdasarkan hasil Rapat Badan Musyawarah (Bamus) dan Perppu Cipta Kerja akan sah menjadi undang-undang.

Merespon hal itu, Harris Manalu SH, Ketua Lembaga Bantuan Hukum Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (LBH KSBSI) mengupas sejumlah hal yang menurut kalangan Buruh, Omnibus Law UU Cipta Kerja pun Perppu Cipta Kerja patut ditolak. 

Harris mengupas, perbedaan antara perppu cipta kerja dengan uu cipta kerja, hanya terletak pada jenis peraturannya. Satu UU, satu lagi Perppu. Isinya, khusus Klaster Ketenagakerjaan secara substansi sama.

"Materi muatan Perpu 2/2022 hanyalah copy paste dari UU Cipta Kerja. Memang dalam Perppu tergambar 2 isu substansi yang berubah, yakni tentang pembatasan outsourcing dan perubahan variabel kenaikan upah minimum." kata Mantan Hakim Ad Hoc pada Pengadilan Hubungan Industrial ini saat menjadi narasumber Talk Show Media KSBSI, Jumat (17/3/2023).

Namun, kata Harris, ini baru gambaran, belum pasti. Mengapa? karena Pasal 64 Perppu hanya menyebut “Pemerintah menetapkan sebagian pelaksanaan pekerjaan yang dapat dialihdayakan, yang akan diatur kemudian dalam Peraturan Pemerintah”.

"Perpu ini tidak jelas dan tegas mengatur apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dioutsourcing, sebagaimana dahulu diatur dalam UU 13/2003 yang mengatur 6 jenis pekerjaan yang boleh dioutsourcing." terangnya.

Ekonomi Tumbuh dan Tak ada Kekosongan Hukum

Apakah penerbitan Perppu Cipta Kerja dengan alasan 'kegentingan yang memaksa/mendesak' itu memenuhi syarat sebagaimana perintah undang-undang? Harris mengatakan, UUD 1945 dan UU 12/2011 tidak mengatur dan tidak menjelaskan syarat atau parameter 'kegentingan yang memaksa' itu.

Karenanya Mahkamah dalam Putusan Nomor 138/PUU-VII/2009 telah membuat 3 (tiga) syarat kumulatif adanya kegentingan yang memaksa sebagaimana dimaksud oleh Pasal 22 ayat (1) UUD 1945, yaitu:

  1. Adanya   keadaan   yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat  berdasarkan Undang-Undang;
  2. Undang-Undang   yang   dibutuhkan   tersebut   belum   ada   sehingga terjadi  kekosongan hukum, atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai;
  3. Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-Undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan; 

"Berpedoman pada 3 syarat yang ditentukan MK tersebut maka KSBSI beranggapan saat ini tidak ada keadaan atau kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat  berdasarkan Undang-Undang, dalam hal ini Perppu 2/2022, tidak terjadi kekosongan hukum, atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai," jelas Harris.

Menurut dia, jika dilihat dari fakta-fakta indikator di bidang ekonomi yang dibuat Pemerintah seperti Bank Indonesia masih membuat prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tetap kuat pada kisaran 4,5 sampai 5,3%, dan akan terus meningkat menjadi 4,7 sampai 5,5% di tahun 2024.

"Bank Indonesia juga masih membuat prediksi bahwa inflasi di tahun 2023 akan menurun menjadi 3%, dan tahun 2024 diperkirakan akan turun ke level 2,5%. Target investasi tahun 2022 lalu sudah tercapai Rp892,4 triliun sampai September 2022 dari target Rp1.200 triliun. Dan Pemerintah juga masih membuat target investasi tahun 2023 ini Rp1.250 triliun hingga Rp1.400 triliun." terangnya.

Fakta-fakta di bidang ekonomi ini membuktikan tidak ada saat ini keadaan atau kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat  berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu). Kata Harris, perekonomian tahun 2023 ini dan di tahun 2024 masih tetap terjaga untuk bertahan dan kuat.

"Demikian juga dibidang hukum ketenagakerjaan tidak terjadi  kekosongan hukum. Hal itu terbukti sampai sekarang masih ada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dan sejumlah peraturan perundang-undangan lainnya." katanya.

"Anehnya, yang diperppukan [Omnibus Law] UU 11/2022 yang masih berlaku itu. Sedangkakan isinya sama." tandasnya.

Harus Dicabut Sebab Tidak Disahkan di Masa Sidang Pertama Setelah UU Perppu Ditetapkan

Sementara itu, terkait dengan rencana DPR RI mengesahkan Perppu Cipta Kerja menjadi undang undang pada masa sidang ke 4 tahun sidang 2023 yang dimulai pada 14 Maret 2023 lalu, Harris mengatakan, harusnya yang terjadi tidaklah demikian, sebab DPR seharusnya mengesahkan Perppu Cipta Kerja pada sidang ke 3 tahun 2022/2023, seharusnya Perppu tersebut dicabut.

"Dari segi teknis yang mencabut Perppu itu bukan DPR melainkan Presiden. Presiden mengajukan RUU Pencabutan kepada DPR. Karena DPR telah tidak menyetujui atau menolak Perppu maka dengan sendirinya DPR akan menyetujui RUU Pencabutan." terang Harris.

Ia menegaskan, dan secara konsitusi memang Presiden atau Pemerintah harus mengajukan RUU Pencabutan RUU Perppu karena dalam sidang ke- 3 DPR sampai dengan tanggal 16 Februari 2023 DPR tidak memberi persetujuan atas Perppu itu.

"Mengapa? Mari kita lihat dasar hukumnya, yaitu Pasal 22 UUD 1945," urainya.

Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang. Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut. Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.

Harris menguraikan, Pasal 52 UU nomor 12/2011, pasal 3 berbunyi, "Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang harus diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikut".

Sementara Penjelasan Pasal 52 ayat (1) UU 12/2011 berbunyi, "Yang dimaksud dengan 'persidangan yang berikut' adalah masa sidang pertama DPR setelah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ditetapkan".

Namun faktanya, menurut Harris, penetapan Perppu Cipta Kerja tanggal 30 Desember 2022, sementara sidang paripurna DPR untuk masa sidang ke 3 DPR tahun 2022/2023 [Sidang Pertama setelah Perppu ditetapkan] dimulai sejak tanggal 10 Januari 2023 sampai tanggal 16 Februari 2023.

"Namun tak ada persetujuan dan pengesahan [Perppu Cipta Kerja] itu," katanya.

Masa Reses DPR dilakukan tanggal 17 Februari sampai tanggal 13 Maret 2023, dan Sidang Paripurna DPR untuk masa sidang ke 4 [Sidang kedua setelah Perppu ditetapkan] dimulai pada tanggal 14 Maret 2023. Di sidang Kedua setelah perppu Cipta Kerja itu ditetapkan, barulah DPR berencana mengesahkan menjadi UU.

Harris juga mengupas Pasal 61 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan mengatur sebagai berikut, “Selain menyusun Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Menjadi Undang-Undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, Pemrakarsa juga menyusun Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang".

"Harusnya Perppu ini sudah dicabut yaa," tandasnya.

Namun yang terjadi, DPR tetap mengesahkan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang undang sebagaimana kepastian yang diungkap oleh Wakil Ketua Baleg DPR RI Achmad Baidowi. Lantas, bagaimana nasib gugatan judicial review Perppu Cipta Kerja yang di ajukan KSBSI jika Perppu Cipta Kerja disahkan menjadi undang undang?

Langkah Hukum

Harris mengatakan, permohonan atau gugatan formil KSBSI dan perkara yang lain menjadi gugur kehilangan objek, "Sebab Perppu tidak ada lagi. Perppu sudah menjadi UU." terangnya. Namun, Harris memastikan KSBSI akan tetap mengambil langkah-langkah hukum pasca Perppu disahkan menjadi Undang undang.

"Langkah berikutnya, selain menguji materil atau pasal-pasal, kita juga akan tetap menguji formil UU Penetapan Perppu itu." tandas Harris.

Harris menegaskan, KSBSI dapat mendorong anggotanya dan pengurus di seluruh Indonesia untuk tetap melakukan gerakan-gerakan untuk menghapus UU Cipta Kerja ini. Dengan Gerakan apapun. Dengan advokasi apapun. "Bisa demontrasi, mogok, atau Kampanye di media sosial masing-masing." kupas Harris.

Dugaan Melanggar Konvensi ILO 98/1949

Ia mengungkapkan, sejak beberapa minggu lalu 3 konfederasi Serikat Buruh Serikat pekerja terbesar saat ini, yaitu KSPI, KSBSI dan KSPSI AGN sudah melakukan Gerakan di tingkat nasional dan internasional. Gerakan ini secara aktif dibantu ITUC Asia Pasifik.

"Tiga konfederasi ini dan ITUC telah mengirim surat ke ILO pusat di Jenewa minta Regulasi Cipta Kerja ini dibahas dalam Konferensi ILO Juni mendatang. Dan telah dilaporkan Regulasi Cipta Kerja ini telah melanggar Konvensi ILO 98/1949 Tentang Hak Berorganisasi dan Berunding Bersama." tegasnya.

Berpedoman Pada UU Ketenagakerjaan

Sementara untuk meminimalisir terjadinya konflik antara buruh dengan Manajemen perusahaan atau pengusaha, Ketua LBH KSBSI ini memberikan pesan khusus kepada buruh dan pekerja di Indonesia. Menurut Harris, keadaan hukum ketenagakerjaan sekarang ini beralasan disebut sedang darurat kepastian hukum.

"Semua serba tidak pasti. UU no 13/2003 diubah UU no 11/2020, dan UU no 11/2020 dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK. Lalu Pemerintah mem-Perppu-kan UU no 11/2020 dalam Perppu no 2/2022. [Kemudian] Perppu no 2/2022 terancam juga tidak disetujui DPR, dan terancam juga dinyatakan inkonstitusional oleh MK." urainya.

Ia mengupas, bahwa UU no 11/2020 mengatur 2 variabel penghitung kenaikan upah minimum tapi kemudian pemerintah sendiri mengubahnya dalam Perppu no 2/2022 menjadi 3 varibael. UU no 11/2020 mengatur semua jenis pekerjaan dapat dioutsourcing namun dalam Perppu no 2/2022 tergambar akan dibatasi. Kemudian, semula JHT dapat diambil sebelum pensiun tapi diubah lagi menjadi harus setelah pensiun, sekarang dalam UU P2SK (UU no 4/2023) diatur lagi JHT hanya dapat diambil sebagian sebelum  usia pensiun.

"Karenanya, saya menyarankan kepada pengurus serikat buruh supaya dapat meyakinkan pengusaha, semua aturan otonom di perusahaan seperti perjanjian kerja bersama (PKB) didasarkan pada kesepakatan bersama dengan berpedoman dasar pada UU ketenagakerjaan no. 13/2003." tandasnya.

"Ini penting sampai berakhir perseteruan politik perburuhan kita dalam regulasi omnibus bus law cipta kerja." pungkas Harris Manalu.

[REDHUGE/REDKBB]

Komentar