Sengkarut Permenaker No.5: Kepentingan Kelompok Kecil Pengusaha yang 'Tak Ingin' Buruh Sejahtera?

Sengkarut Permenaker No.5: Kepentingan Kelompok Kecil Pengusaha yang 'Tak Ingin' Buruh Sejahtera?

Talk Show "Sengkarut Permenaker Nomor 5 Tahun 2023" yang digelar Channel Media KSBSI TV menghadirkan Narasumber Ary Joko Sulistyo SH Ketua Umum DPP FSB GARTEKS KSBSI dengan Host: Andreas SC Hutagalung ST. (Foto: Media KSBSI Dokumen)

"Nah ini juga yang harus membuat kita bijak, bahwa jangan sampai karena kepentingan kelompok tertentu, dalam tanda petik bahwa ada pengusaha-pengusaha yang kurang modal, pengusaha-pengusaha yang tidak ingin buruh pekerjanya sejahtera atau pengusaha-pengusaha yang notabene pengusaha tidak baik, dan dia itu duduk di kekuasaan atau dekat dengan kekuasaan memakai cara-cara ini untuk melegalkan, sehingga ini bisa menjadi sebuah permen." tandasnya.

Baca juga:  F-HUKATAN KSBSI : 1.200 Buruh di Nunukan Demo Tuntut Upah, ITUC Serukan Pembiayaan Perlindungan Sosial Internasional Yang Lebih Kuat, Presiden KSBSI: Permenaker No. 5 tahun 2023 harus ditolak!,

KSBSI.ORG | JAKARTA - Ary Joko Sulistyo Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Federasi Serikat Buruh Garmen Kerajinan Tekstil Kulit dan Sentra Industri afiliasi Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (DPP FSB GARTEKS KSBSI) merespon keras terbitnya Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 Tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.

Ary mengulas, jauh sebelum permenaker ini diterbitkan, sebelumnya sudah di-pleno-kan di tingkat LKS Tripartit (Lembaga Kerja Sama Tripartit Nasional) yang beranggotakan perwakilan dari unsur Serikat Buruh Serikat Pekerja, Pengusaha dan pemerintah. Namun demikian, menurut Ary, permen 05 ini tidak pernah disosialisasikan kepada Serikat Buruh Serikat Pekerja.

"Sehingga kami berpandangan bahwa ini pemerintah bisa dipolitisasi oleh kepentingan pengusaha. Dalam hal ini adalah Asosiasi Pengusaha Indonesia, karena kita ingat bahwa mereka menyampaikan sepucuk surat kepada Menteri Ketenagakerjaan, supaya pemerintah dalam hal ini menyikapi terhadap krisis ekonomi global. Dimana dampak perang Rusia Ukraina yang berdampak terhadap perekonomian global." terang Ary Joko dalam sesi wawancara dengan Host Andreas Hutagalung di acara 'Talk Show' Channel youtube 'Media KSBSI TV', Sabtu (27/5/2023).

Saat itu di LKS Tripartit Nasional, Serikat Buruh Serikat pekerja menolak rancangan yang sudah disiapkan pemerintah untuk menerbitkan permen (Pernaker No 5 tahun 2023). "Dan dari serikat kami sendiri, KSBSI yang di wakili oleh saya (FSB GARTEKS KSBSI) dan pak Carlos Rajagukguk (FSB NIKEUBA KSBSI) menolak dengan tegas rancangan Permen tersebut yang direncanakan akan terbit di bulan Maret. Nah, itu supaya digaris bawahi." terangnya.

Ary meminta, lembaga dengan kepentingan kesejahteraan buruh pekerja seharusnya jangan dipolitisasi dan tidak digunakan untuk menerbitkan permen yang berdampak bisa membawa kerugian dan penderitaan bagi buruh. "Pesan yang kami sampaikan (saat itu) bahwa pemerintah hendaknya mengkaji ulang rencana penerbitan permen ini. Oleh karena kalau permen ini tidak dikaji ulang akan menimbulkan gejolak di tingkat basis dan membawa dampak kerugian kita bersama-sama" terangnya.

Relokasi Perusahaan

Sementara terkait dengan fleksibilitas jam kerja yang berdampak pada besaran upah di perusahaan-perusahaan berorientasi ekspor, baik ekspor ke Eropa maupun ke Amerika, kata Ary, harus juga dicermati.

"Pertanyaan kita parameternya apa pemerintah mengatakan bahwa dunia sedang mengalami krisis global? Karena kalau kita berbicara industri, seharusnya yang berhak menyampaikan tersebut bukan pemerintah, karena kenyataannya di lapangan, order mereka itu lancar kok. Order mereka lancar dan banyak melakukan rekrutmen-rekrutmen pekerja dan buruh yang baru," jelasnya. 

Menurutnya, kalau mereka (pemerintah dan pengusaha) mengatakan bahwa perusahaan tutup karena krisis global, Ary menegaskan, ia tidak setuju dengan pernyataan tersebut, sebab banyak perusahaan yang pindah atau relokasi ke kawasan industri di Jawa, seperti di kawasan Rebana, Jawa Barat yang wilayahnya meliputi Majalengka, Cirebon dan Indramayu. Juga kawasan industri di Jawa Tengah yang lebih luas yang meliputi titik-titik pusat industri baru.

"Nah, mengapa mereka pindah? Mereka pindah karena mengejar upah yang murah, sehingga banyak mendapatkan keuntungan." tandasnya.

Kepentingan Sekelompok Kecil Pengusaha

Lebih jauh Ary mengungkap, tidak ada data dari pemerintah yang menyatakan bahwa perusahaan sekarang ini sedang mengalami krisis. Menurutnya, data yang ada hanya data sepihak dari asosiasi pengusaha. "Itukan data sepihak dari Asosiasi. Kalau dari pemerintah, mereka tidak punya." ungkapnya.

Sementara data yang dimiliki Badan Pusat Statistik (BPS), menurut Ary, data tersebut sudah terlambat, sebab BPS itu mereview dan mengeluarkan data itu pada saat covid dan pasca covid. Tapi pada saat perang Ukraina, belum ada data. "Data BPS juga belum menerbitkan secara kongkrit terkait krisis global itu sendiri." karta Ary.

"Nah ini juga yang harus membuat kita bijak, bahwa jangan sampai karena kepentingan kelompok tertentu, dalam tanda petik bahwa ada pengusaha-pengusaha yang kurang modal, pengusaha-pengusaha yang tidak ingin buruh pekerjanya sejahtera atau pengusaha-pengusaha yang notabene pengusaha tidak baik, dan dia itu duduk di kekuasaan atau dekat dengan kekuasaan memakai cara-cara ini untuk melegalkan, sehingga ini bisa menjadi sebuah permen." tandasnya.

Nah jadi terkait dengan carut marut permenaker 05 itu apakah sudah banyak perusahaan yang menerapkan? Ary mengakui, memang sudah perusahaan yang menerapkan, namun persentasinya terbilang kecil.

"Karena apa? Karena proposal yang disampaikan asosiasi kepada menteri tenaga kerja itu, hanya mewakili sekelompok kecil saja, dan itu sedang mengalami krisis karena ordernya turun." terangnya.

Ia mengungkap, selain asosiasi Apindo, ada asosiasi yang lain yaitu KOGA (Hong Korean Garment) yang  concern di garmen, tekstil, alas kaki dan Sepatu. "Nah KOGA ini, mereka baik-baik saja. Ordernya naik, mereka merekrut tenaga kerja lagi. kalau pun itu perusahaan tutup, mereka pindah ke daerah dengan upah yang lebih murah atau relokasi." terangnya. "Jadi ini juga pemerintah harus punya data kongkrit terkait dengan penutupan perusahaan juga terjadinya PHK yang dilakukan oleh perusahaan," tandas Ary.

Buka Usaha di Industri yang Lain 

Saat ditanyakan apa tanggapannya terkait dengan adanya perusahaan sektor industri tekstil, garmen sepatu dan alas kaki (TGSL) di tangerang dan di Jawa Barat yang tutup dengan alasan resesi global, Ary menanggapi santai. Menurut dia, Pengusaha-pengusaha ini lebih pintar, satu dua langkah lebih maju cara berpikirnya dari pemerintah dan serikat buruh.

"Mereka itu selalu mengembangkan usaha-usaha mereka dan melakukan ekspansi untuk usaha-usaha mereka. Satu sisi bahwa perusahaan-perusahaan tersebut bahwa dia tidak ada order, dia ini mau bangkrut, mau ditutup. Tetapi satu sisi lain, bahwa dia sudah membuka usaha mereka di industri yang baru. Dan itu banyak," tandasnya.

Dan ini tidak hanya kita cermati saja tapi juga fungsi kepengawasan ketenagakerjaan pun, itu harus juga didorong untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan pengawasan yang sesungguhnya.

"jadi kalau kita bicara, apakah pengawsan di kita itu sudah meksimal? Belum," kata Ary. "Kenapa? kan memang jumlah pengawas kita itu sangat-sangat kurang. Jumlah pengawas kita terlalu sedikit jika dibandingkan dengan jumlah perusahaan yang ada di Indonesia." tandasnya.

[REDHUGE/REDKBB]

Komentar