Alasan Pengusaha Relokasi Perusahaan Karena Ada Faktor Upah

Alasan Pengusaha Relokasi Perusahaan Karena Ada Faktor Upah

.

KSBSI.org, Aliansi Pekerja Buruh Garment, Alas Kaki dan Tekstil Indonesia (APBGATI) kembali melakukan kegiatan workshop dengan mengangkat tema ‘Dampak Relokasi Perusahaan dan Pemberlakuan PP. Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan’. Acara ini diadakan beberapa waktu lalu di Hotel Griya Astoeti, Bogor Jawa Barat. Dan dihadiri pembicara dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) APRISINDO, Better Work, AFWA.

Baca juga:  Menguntungkan Perekonomian Negara, Tapi Kesejahteraan Buruh Industri Sawit Banyak Diabaikan ,

Dalam diskusi itu, Danang Girindrawardana dari APINDO menyampaikan sudah lebih dari 5 tahun ini  banyak perusahaan, diwilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek), sebagian di Jawa Barat seperti Kabupaten Karawang  melakukan relokasi perusahaan. Perusahaan ini memindahkan usahanya ke daerah Cirebon, Majalengka serta beberapa kabupaten di Jawa Tengah.

APINDO menjelaskan relokasi perusahaan ke daerah industri baru sudah berdasarkan pertimbangan matang serta alamiah dalam dunia bisnis. Dan tak langsung mulus menjalankan roda bisnisnya. Karena kultur masyarakat daerah industri yang baru itu dulunya daerah pertanian. Jadi pengusaha kesulitan mendapatkan tenaga kerja berpengalaman dan memiliki keahlian khusus. Sehingga butuh waktu menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM).

Tepatnya, relokasi perusahaan tekstil, garmen, sepatu dan kulit (TGSL) lebih dominasi usaha sektor garmen. Alasan relokasi karena biaya yang dikeluarkan tidak terlalu mahal seperti mendirikan pabrik tekstil dan otomotif. Termasuk biaya dan syarat mendirikan perusahaan tidak terlalu rumit dan daerah industri baru ini juga sudah didukung infrastruktur yang memadai.

Dalam dialog, APINDO menjelaskan bahwa mereka sebenarnya tidak mau merelokasi perusahaannya kalau tidak ada keterpaksaan. Namun karena adanya masalah persaingan harga yang diberikan dari pihak buyer, akhirnya terpaksa memili ke daerah lain dengan upah yang kompetitif.

Terkait diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor.36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan, APINDO juga menyambutnya baik. Peraturan dinilai bisa membuat kelangsungan usaha bisa berjalan dengan positif. Terutama dalam mengatasi tuntutan kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang tinggi.

Pihak API menyampaikan perusahaan di sektor industri tekstil sebenarnya tidak banyak melakukan relokasi ke daerah industri baru. Pengusaha tekstil beralasan, kalau melakukan relokasi biayanya sangat tinggi dan harus didukung infrastruktur yang memadai di daerah industri baru itu. Artinya, untuk sementara ini, pengusaha tekstil lebih memilih mempertahankan bisnisnya di daerah industri lama.

Atau tepatnya, pengusaha tekstil mengklaim sudah lama menjalankan usahanya dan diterima dilingkungan masyarakat. Serta memiliki SDM yang sangat memadai. Sehingga, pada umumnya pemiliki industri tekstil tidak banyak yang relokasi, kecuali dalam kondisi terpaksa.

Better Work memilih sikap netral terhadap relokasi perusahaan ke daerah industri baru. Hanya memberi saran kepada perusahaan yang menjadi anggota Better Work, apabila melakukan relokasi sebaiknya menyelesaikan dahulu semua hak-hak buruh. Supaya tidak ada menimbulkan perselisihan industrial yang berkepanjangan.

Intinya, persoalan relokasi yang dilakukan pengusaha memang ada tujuannya dalam soal upah kompetitif dibanding ditempat yang lama. Karena tak bisa dibantah, jika pengusaha itu karakternya memang mengeluarkan modal semurah-murahnya dan mencari keuntungan sebanyak mungkin.

TURC menilai dampak relokasi perusahaan ke derah industri baru salah satunya adalah soal upah yang dinilai murah dibanding ditempat indusri yang lama. Oleh sebab itu, TURC menyarankan  kepada serikat pekerja/buruh saat melakukan perundingan dengan perusahaan, sebaiknya diupayakan berbasis data riset. Sehingga, hasil perundingan it, serikat buruh memiliki argumentasi kuat dari aturan hukum.

Hal senada disampaikan AFWA. Dalam diskusi tersebut pihaknya menawarkan konsep upah sektor tekstil, armen, sepatu dan kulit (TGSL). Dimana, konsep upah nasional ini harus dibahas dahulu dari tingkat regional dan internasional. Karena, berdasarkan hasil riset yang dikerjakan AFWA, upah yang diberlakukan di Indonesia pada umumnya masih standar pada pekerja lajang. Padahal mayoritas pekerja statusnya sudah berumah tangga dan memiliki anak.

Edi Kustandi Badan Pengurus Harian (BPH) APBGATI menyampaikan relokasi perusahaan ke daerah industri baru karena memang ada faktor upah. Sebab, saat dialog diskusi itu, pengusaha menyampaikan alasan mereka merelokasi perusahaan karena pilihan terpaksa.

“Sebab ada latar belakang soal persaingan harga yang diberikan dari pihak buyer. Sehingga pengusaha memilih relokasi karena infrastruktur daerah industri baru ini sudah mendukung serta regulasinya ramah terhadap investasi,” pungkasnya.

Dia menerangkan kalau melihat sejarahnya, pada tahun 1990 sampai 2010, perusahaan TGSL mendominasi diwilayah Jabodetabek. Tapi secara perlahan, perusahaan-perusahaan tersebut pindah lokasi ke daerah yang bukan kawasan industri. 

“Pengusaha menganggapnya ini sebagai faktor alamiah dalam bisnis. Jadi alasan relokasi itu karena tidak mau terjebak upah tidak kompetitif serta sulit mendapatkan order. Kalau mereka merelokasi perusahaannya ke luar negeri biaya sangat tinggi. Akhirnya tetap memilih relokasi di daerah Indonesia, dimana upah buruh tetap kompetitif,” terangnya.

Tentu saja, ketika terjadi relokasi perusahaan maka berdampak pada berkurangnya jumlah anggota serikat pekerja/buruh.  Namun Edi Kustandi mengatakan, pihaknya akan bergerak mengorganisir dan merekrut anggota baru diwilayah industri baru.

“Walau saat melakukan pengorganisiran tetap ada tantangan baru. Sebab, daerah industri baru ini dulunya wilayah agraris yang didorong menjadi masyarakat industri. Sehingga pengetahuan pekerja di daerah tersebut masih awam. Bahkan masih banyak yang tidak tahu manfaat serikat pekerja/buruh,” jelasnya. 

“Tapi saya memprediksi 3 sampai 5 tahun kedepan akan ada kesadaran baru terhadap pekerja di perusahaan relokasi industri baru ini untuk menuntut haknya. Seperti soal upah layak dan kesejahteraan lainnya,” ungkapnya.

Join Komitmen 

APBGATI menyarankan untuk menghindari konflik yang tajam antara pengusaha dan buruh, sebaiknya dibuat join komitmen. Dimana, ada kesepakatan bersama bahwa serikat pekerja/buruh yang tergabung dalam APBGATI bukan ancaman. Tapi mitra dialog dalam hubungan industrial untuk kelangsungan usaha.

Jadi, ketika join komitmen ini dapat direalisasikan antara APBGATI dan pengusaha, kedepannya tak ada lagi pemberangusan serikat buruh (union busting) di perusahaan. Karena sejak awal sudah dibangun komunikasi dan komitmen bersama.

Dion Untung Wijaya Badan Pengurus Harian APBGATI juga menyampaikan salah satunya di Kabupaten Karawang saat ini banyak perusahaan TGSL merelokasi perusahaannya ke daerah lain. Karena itu, pihaknya bekerja keras lagi mengorganisir dan mendirikan perwakilan serikat pekerja/buruh di perusahaan daerah yang baru ini.

Tantangan berikutnya adalah, saat perusahaan yang melakukan relokasi ini ada terkesan menolak kehadiran serikat pekerja/buruh yang lama hadir kembali. Pengusaha lebih menginjinkan serikat buruh hanya tingkat Serikat Pekerja Tingkat Perusahaan (SPTP). Karena masih banyak pengusaha menganggap serikat buruh diluar SPTP itu selalu menganggu perusahaan.

“Intinya dalam kurun waktu 3 atau 4 tahun ini, perusahaan sektor garmen di Bekasi, Karawang telah banyak relokasi ke Jawa Tengah dan daerah industri baru lainnya,” ungkapnya.

APBGATI juga berharap agar upah buruh padat karya tahun depan bisa naik dan tidak mengacu pada PP Nomor.36. Karena pada umumnya relokasi perusahaan ke daerah industri baru ini pengusaha  bertujuan mencari upah kompetitif.  Dan ada baiknya pihak perwakilan serikat pekerja/buruh duduk bersama pengusaha membuat kesepakat ‘Protokol Upah’ untuk menciptakan upah layak di sektor TGSL.

APBGATI merupakan aliansi serikat pekerja/buruh yang fokus pada isu sektor TGSL. Diantaranya dari FSB GARTEKS KSBSI, Federasi KSPN, SBSI 92, FSP TSK KSPSI, Federasi SARBUMUSI,  F SP TSK – SPSI, FSBPI. Sejak dideklarasikan pada 2020, APBGATI rutin melakukan agenda sosial dialog dengan APINDO, API, APRISINDO, Better Work, CNV Internasional, AFWA, TURC dan Kementerian Ketenagakerjaan (A1)                   

Komentar