Dimasa Pandemi, DPRD DKI Jakarta Tidak Peka Kepada Ratusan Ribu Buruh Yang ter-PHK

Dimasa Pandemi, DPRD DKI Jakarta Tidak Peka Kepada Ratusan Ribu Buruh Yang ter-PHK

Alson Naibaho, Deputi Bidang Program Dewan Pengurus Pusat Federasi Serikat Buruh Makanan Minuman Pariwisata Restoran Hotel dan Tembakau (DPP FSB KAMIPARHO) sekaligus Ketua DPC FSB KAMIPARHO DKI Jakarta. (Foto: Dokumen Media KSBSI)

KSBSI.ORG, Jakarta - Alson Naibaho, Deputi Bidang Program Dewan Pengurus Pusat Federasi Serikat Buruh Makanan Minuman Pariwisata Restoran Hotel dan Tembakau (DPP FSB KAMIPARHO) afiliasi Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) menyampaikan mendekati 2 tahun pandemi Covid-19, membuat buruh terpuruk. Pengangguran meningkat dan belum mampu diatasi.

Baca juga:  Pemerintah Segera Kucurkan Subsidi Upah Untuk Buruh,

Ditengah situasi dilema ini, dia mengkritik DPRD DKI Jakarta yang tak bersuara kritis memikirkan nasib buruh terdampak Covid-19. Padahal, Kota Jakarta mayoritas penduduknya pekerja dan bagian jantung perekonomian masyarakat. Kalau ratusan ribu buruh sudah pengangguran, Alson menjelaskan akan berdampak tidak baik karena bisa menimbulkan tingkat kriminalitas semakin tajam. 

“Belum ada kami dengar wakil rakyat DKI Jakarta bersikap kritis bagi buruh terdampak pandemi. Saya nilai mereka ini sedang pura-pura bisu. Soalnya kami belum pernah benar-benar merasakan kehadiran mereka membela buruh,” ucap Alson Naibaho yang juga Ketua DPC FSB Kamiparho DKI Jakarta saat diwawancarai di Kantor Pusat KSBSI, Jakarta, Sabtu (24/7/21).

Kata Alson, kebijakan pemerintah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, khususnya di DKI Jakarta menjadi ancaman baru bagi buruh. Pasalnya, segala aktivitas pekerjaan dan sektor bisnis sedang dibatasi. Akhirnya perekonomian melambat dan daya beli buruh semakin menurun.

“Kebijakan PKM Darurat memang baik menghentikan tingginya penyebaran Covid-19. Tapi efeknya sangat mengancam buruh. Kemungkinan besar bakal terjadi lagi gelombang kedua PHK besar-besaran tahun ini, terutama di Kota Jakarta,” ungkapnya.

Dia menceritakan, pada 2020, saat terjadi gelombang pertama Covid-19, ratusan ribu buruh di DKI Jakarta banyak ter-PHK dan sebagian dirumahkan. Diantaranya paling terdampak seperti pekerja disektor perhotelan, pariwisata, restoran dan hiburan. Mirisnya, Alson mengatakan anggota DPRD DKI Jakarta justru terkesan menghilang. Minim terjun ke lapangan untuk duduk berdialog dengan buruh.

“Perwakilan serikat buruh/pekerja di DKI Jakarta sepertinya belum ada diajak berdiskusi, mencari solusinya. Seharusnya mereka punya kepekaan mengundang kami berdialog. Faktanya, banyak program bantuan untuk buruh dimasa pandemi, baik dari pemerintah pusat dan daerah tidak tepat sasaran. Termasuk banyak dugaan penyimpangan anggaran pandemi,” ungkapnya. 

Intinya, Alson mengatakan dimasa sulit ini, buruh yang kehilangan pekerjaan butuh solusi lapangan pekerjaan. Kalau hanya bantuan subsidi dari pemerintah, ia menilai tak menjawab tuntutan ekonomi yang kian menderita. Menurutnya, program pemberian program Usaha Kecil Mikro Menengah (UMKM) dimasa pendemi yang diberikan pemerintah juga belum tentu bisa dijalankan buruh.

Sebab banyak buruh tidak memiliki bakat usahawan. Jadi perlu proses panjang. Sementara buruh sedang dihadapkan kepastian kebutuhan ekonomi saat ini. Karena itulah, peran anggota DPRD DKI Jakarta, khususnya Komisi B sangat dibutuhkan sebagai garda terdepan mengatasi masalah yang terjadi.  Dia mendesak agar wakil rakyat DKI Jakarta jangan hanya pintar retorika.

“Sudah waktunya turun ke lapangan, perhatikan nasib buruh yang kehilangan pekerjaan. Suarakanlah aspirasi buruh hari ini kepada pemerintah, karena gaji dan fasilitas mereka sebagian besar hasil keringat buruh,” tegasnya.    

Data terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta pada November 2020, merilis hampir 1 tahun mendekati pendemi Covid-19, pekerja di sektor informal kehilangan pekerjaan sebanyak  453.295 orang.  Sementara, sektor informal tidak mampu menampung pengurangan pekerja di sektor formal.

Artinya sektor informal hanya bisa menyerap 259.597 orang. BPS DKI Jakarta menyampaikan  hilangnya jumlah pekerja di sektor formal membuat pengangguran terbuka di Ibu Kota mencapai 10,95 persen. Atau setara 572.780 orang pada bulan Agustus 2020. (A1)

Komentar