KSBSI.ORG:Jakarta–Siang tadi, sekira pukul 14.00 WIB, Dewan Eksekutif Nasional Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (DEN KSBSI) bersama kuasa tim hukum dan perwakilan federasi serikat buruh yang berafiliasi mendatangi Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta Pusat. Kedatangan perwakilan pimpinan KSBSI, melakukan pendaftaran permohonan judicial review, terkait Undang-Undang Cipta Kerja. Berkas permohonan judicial review UU Cipta Kerja itu diterima pihak penerima perkara konstitusi MK, dengan nomor dengan tanda terima No. 2048-0/PAN.MK/XI/2020.
Baca juga: DPP FSB NIKEUBA KSBSI Minta Bebaskan Muhammad Yusri, Ini Alasannya , Kemnaker Akan Bangun BLK Pusat di Setiap Provinsi,
Dalam keterangan
tertulis yang disampaikan ke awak media yang ditandatangani Elly Rosita Silaban
bersama Dedi Hardianto, Presiden dan Sekretaris Jenderal KSBSI menegaskan bahwa
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang telah disahkan
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2 November 2020, sangat mendegradasi hak
konstitusional buruh dan serikat buruh.
KSBSI menilai, sejak
republik ini merdeka 1945 baru kali ini ada UU dibidang ketenagakerjaan sangat
merampas hak-hak dasar pekerja/buruh. “Bahkan pada awal proses perancangan
undang-undang ini pun perwakilan serikat pekerja/buruh tak ada dilibatkan
pemerintah,” ujar Elly, Jumat (7/11/20).
Dalam keterangan
tertulis itu, KSBSI menegaskan, ketika undang-undang ini disahkan oleh
presiden, maka nasib buruh di dunia kerja pun semakin terdegradasi. Seperti
akan hak pesangon, UMSP/UMSK akan hilang. Kemudian kerja kontrak terbuka lebar
(outsourcing) untuk seluruh jenis usaha pekerjaan dan perjanjian kerja hanya
sebatas lisan.
Tenaga Kerja Asing
(TKA) pun sangat berpotensi masuk dan
bekerja ke Indonesia tanpa ada syarat yang ketat lagi, mengambil pekerjaan
anak-anak bangsa. Dan sangat berpotensi terjadinya perdagangan manusia (human
trafficking) secara leluasa.
Bahwa atas dasar
keprihatinan itu, pada hari ini Jumat, 6 November 2020, DEN KSBSI bersama tim
hukum judicial review UU Cipta Kerja mengambil langkah, mengajukan permohonan
pengujian formil dan materil Bagian Kedua dan Bagian Kelima Bab IV UU Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja terhadap UUD 1945 di MK.
UU Cipta Kerja dalam
Klaster Ketenagakerjaan mengubah, menghapus dan menambah pasal-pasal di 4
(empat) UU, yaitu UU No. 13/2003 tentang Ketenagkerjaan, UU No. 40 Tahun 2004
tentang SJSN, UU No. 24/2011 tentang BPJS, dan UU No. 18/2017 tentang
Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Terhadap pengubahan,
penghapusan dan penambahan pasal-pasal di UU No. 13/2003 (Bagian Kedua, Bab IV,
UU Cipta Kerja) kami menguji 21 (dua puluh satu) pasal, yaitu Pasal 42 ayat (3) huruf c, Pasal
57, Pasal 59, Pasal 61 ayat (3), Pasal 61A ayat (1), Pasal 89, Pasal 90B, Pasal
154A, Pasal 156, Pasal 161, Pasal 162, Pasal 163, Pasal 164, Pasal 165, Pasal
166, Pasal 167, Pasal 168, Pasal 169, Pasal 170, Pasal 171 dan Pasal 172.
Terhadap pengubahan,
penghapusan dan penambahan pasal-pasal di UU No. 18/2017 tentang buruh migran
(Bagian Kelima Bab IV) UU Cipta Kerja) kami menguji 4 (empat) pasal, yaitu Pasal 51, Pasal 53, Pasal 57,
Pasal 89A. Sehingga jumlah pasal yang bakal di uji sebanyak 25 pasal dari 84
pasal UU Cipta Kerja Bab IV (Klaster Ketenagakerjaan).
Sedangkan
pengubahan, penghapusan dan penambahan pasal-pasal di UU SJSN dan UU BPJS tidak
perlu di uji. KSBSI yakin, bahwa berdasarkan alasan, argumentasi hukum, fakta
dan bukti yang telah dibuat dalam permohonan yang dan diajukan, MK nantinya
sangat beralasan membatalkan UU Cipta Kerja tersebut. (AH)