Datangi MA dan Kemenkopolhukam, KSBSI Minta Keadilan Hukum Penjelasan Penyelesaian Pengaduan

Datangi MA dan Kemenkopolhukam, KSBSI Minta Keadilan Hukum Penjelasan Penyelesaian Pengaduan

KSBSI saat bertemu dengan Perwakilan Mahkamah Agung RI. (Foto: Handi/Media KSBSI)

Bahwa kasus pemblokiran 4 nomor rekening KSBSI yang dilakukan PN Jakarta Pusat dan PN Jakarta Timur telah merugikan KSBSI dengan kerugian mencapai Rp600 juta lebih dan KSBSI sebagai pihak yang dirugikan tidak pernah diberitahu soal pemblokiran rekening tersebut sehingga KSBSI kembali dirugikan karena kehilangan hak hukum dan hak mengajukan perlawanan hukum KSBSI terampas dan hilang.

Baca juga: 

KSBSI.ORG, JAKARTA - Dewan Eksekutif Nasional Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (DEN KSBSI) bersama 3 orang perwakilan dari LBH KSBSI dan Perwakilan DPP Federasi Afiliasi KSBSI, sambangi Gedung Mahkamah Agung (MA) RI. Kedatangan KSBSI untuk meminta keadilan hukum, menanyakan langsung penjelasan Penyelesaian Pengaduan yang sudah lama diajukan KSBSI.

Setidaknya ada 3 poin krusial yang diadukan KSBSI ke MA. Pertama 'tentang pengaduan pemblokiran rekening', kedua 'tentang pengaduan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim', dan Ketiga 'dalam bagian pertimbangan hukum'.

Khusus poin kedua 'tentang pengaduan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim', bagian ini memuat dua tanggapan KSBSI, pertama 'dalam bagian identitas putusan' dan Kedua 'dalam bagian duduk perkara khususnya keterangan para saksi'.

"Sampai saat ini ada beberapa hal yang sangat mengganjal (kami) karena belum ada penjelasan resmi dari pihak (Mahkamah Agung) yang seharusnya kami percaya bisa memberikan penjelasan tentang kasus-kasus yang sedang ditangani (KSBSI)," kata Presiden KSBSI Elly Rosita kepada pihak Mahkamah Agung yang diwakili oleh Pejabat Eselon 2, Panitera Muda Agus Subroto selaku pimpinan pertemuan, didampingi oleh Perwakilan Panitera lainnya dan Humas MA.

Elly mengupas, KSBSI pernah melaporkan beberapa Hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Timur ke Komisi Yudisial dan ke Badan Pengawas MA karena dinilai telah berlaku tidak adil, diduga kuat telah melanggar kode etik terhadap perkara-perkara gugatan hukum yang dihadapi KSBSI sehingga berdampak pada putusan hukum yang merugikan KSBSI.

Terkait dengan hal itu, KSBSI, bahkan telah mengajukan pengaduan langsung ke MA untuk ditindaklanjuti. Namun yang disesalkan, hingga saat ini belum ada respon dari MA. Padahal sudah ada beberapa hakim yang sudah diberikan sanksi.

"Ada beberapa Hakim yang mendapatkan sanksi (Hakim yang dilaporkan oleh KSBSI dalam perkara-perkara gugatan hukum yang dihadapi KSBSI) tetapi sejauh ini hanya seperti itu saja (Mangkrak alias tidak ada tindak lanjut dari pengaduan KSBSI ke MA)." kata Elly.

Ia menyesalkan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Hakim yang sudah mendapat sanksi tersebut namun tidak mendapat sanksi hukum dari MA.

"Tidak ada sanksi hukum. Terutama satu hal yang saya ingat betul adalah soal pemblokiran dana kita (KSBSI) yang hampir 600 juta sekian, dan itu adalah biaya yang kami peruntukkan untuk pekerja/buruh yang terdampak pandemi. Rekening kami diblokir dan kami tidak tau, dana kami dicairkan barangkali? tidak ada pemberitahuan sampai saat ini kepada kami selaku yang memiliki empat nomor rekening yang sudah diblokir," kupas Elly.

bahwa kasus pemblokiran 4 nomor rekening KSBSI yang dilakukan PN Jakarta Pusat dan PN Jakarta Timur telah merugikan KSBSI dengan kerugian mencapai Rp600 juta lebih dan KSBSI sebagai pihak yang dirugikan tidak pernah diberitahu soal pemblokiran rekening tersebut sehingga KSBSI kembali dirugikan karena kehilangan hak hukum dan hak mengajukan perlawanan hukum KSBSI terampas dan hilang.

"Seharusnya kan ada relaas (Surat panggilan secara resmi dan patut kepada pihak-pihak yang terlibat dalam suatu perkara di pengadilan) supaya kami juga mengetahui bahwa kenyataan uang kami sudah diambil dan kami tidak pernah diberitahukan," tandasnya.

Selain Elly Rosita, turut bicara dalam pertemuan adalah Dedi Hardianto Selaku Sekjen KSBSI, Harris Manalu SH Ketua LBH KSBSI, Parulian Sianturi dan Saut Pangaribuan dari LBH KSBSI, didampingi oleh Mathias Mehan Sekjen DPP F HUKATAN, Bambang SY Deputi Konsolidasi DPP FSB NIKEUBA, Haris Isbandi anggota LBH KSBSI dan Handi Tri Susanto dari Media KSBSI.

Selain bertemu dengan MA, KSBSI juga bertemu dengan pihak Kementrian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI (Kemenko Polhukam).

Permintaan KSBSI akan ditindaklanjuti ke Ketua MA

Diketahui, sebelumnya DEN KSBSI telah berkirim surat ke MA terkait dengan aksi unjuk rasa bertepatan dengan Peringatan 'Hari Pekerjaan Layak Internasional' pada tanggal 7 Oktober 2022 dengan tujuan aksi adalah Mahkamah Agung RI, Kemenko Polhukam dan Istana Negara.

Namun rencana aksi dibatalkan ditunda karena permintaan Kepolisian dengan alasan adanya agenda kenegaraan yakni HUT TNI dan agenda Parlemen 20 (P20). Namun begitu, meski aksi dibatalkan, tetapi pihak kepolisian telah mengatur pertemuan antara KSBSI dengan MA dan Kemenkopolhukam.

Dalam pertemuan dengan MA inilah KSBSI meminta penjelasan penyelesaian pengaduan, yakni:

Pertama, Pengaduan pemblokiran dan pencairan uang dari 4 rekening bank BRI milik DEN KSBSI yang dilakukan oleh Ketua PN Jakarta Pusat dan Ketua PN Jakarta Timur.

Kedua Pengaduan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim terhadap majelis hakim pada PN Jakarta Timur yang memeriksa, mengadili dan memutus sengketa/perkara dalam putusan PN Jakarta Timur No. 441/Pdt.G/2019/PN.JKT.Tim, tanggal 19 Januari 2021 dan No. 442/Pdt.G/2019/PN.JKT.Tim tanggal 19 Januari 2021.

Namun KSBSI menyayangkan, pertemuan dengan MA tidak dihadiri oleh Pimpinan MA yang dapat mengambil keputusan dan atau yang bisa menjelaskan soal penyelesaian pengaduan KSBSI.

Sementara Pihak MA menjanjikan, hasil pertemuan dengan KSBSI 7 Oktober ini, termasuk permintaan penjelasan penyelesaian pengaduan akan dilaporkan lebih lanjut ke Ketua MA.

[REDHUGE/KBB]

Komentar