ILO Nyatakan Omnibus Law Bermasalah, KSBSI, KSPI dan KSPSI Desak Pemerintah Segera Amandemen UU Ciptaker

ILO Nyatakan Omnibus Law Bermasalah, KSBSI, KSPI dan KSPSI Desak Pemerintah Segera Amandemen UU Ciptaker

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Said Iqbal, aktivis buruh internasional, Patuan Samosir, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indoneia (KSPI), Andi Gani Nuwawea alias AGN, Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban, dan Wakil Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Bidang Hubungan Internasional, Priharyani. (Foto: Dokumen Konpers).

Keberadaan UU No. 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja sebagai pengganti UU No. 11 tahun 2020 secara nyata mengurangi dan menghilangkan hak-hak buruh/pekerja Indonesia terkait penetapan upah minimum, tenaga kerja alih daya atau outsourcing, pembayaran pesangon, ketentuan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), soal Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan lain sebagainya.

Baca juga:  Perbaikan UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja untuk Menindaklanjuti Putusan MK,

KSBSI.ORG, JAKARTA - International Labour Organization, salah satu badan Perburuhan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menyatakan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bermasalah.

Karena itu ILO bersama tiga Konfederasi Serikat Buruh/Serikat Pekerja Indonesia yakni Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), dan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), mendesak Pemerintah Indonesia, untuk segera mengamandemen Omnibus Law UU Ciptaker itu, dan segera mematuhi hasil sidang ILO terkait perburuhan.

Hal itu dinyatakan para pimpinan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), dan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), pada acara Simposium Nasional: Peta Jalan Reformasi Hukum Perburuhan di Indonesia, yang digelar di Hotel Ashley, Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Rabu (23/08/2023).

Dalam sesi konferensi pers yang dihadiri Presiden KSPSI Andi Gani Nuwawea alias AGN, Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban, Presiden KSPI Said Iqbal dan Wakil Presiden KSPSI  Bidang Hubungan Internasional, Priharyani serta aktivis buruh internasional, Patuan Samosir, para pimpinan buruh itu dengan tegas menyatakan, keberadaan UU No 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja sebagai pengganti UU No 11 tahun 2020 yang diinisiasi oleh Pemerintah, sejak awal ditolak oleh Serikat Buruh/Serikat Pekerja.

“Karena secara nyata mengurangi dan menghilangkan hak-hak buruh dan pekerja Indonesia terkait penetapan upah  minimum, tenaga kerja alih daya atau outsourcing, pembayaran pesangon, ketentuan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), soal Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan lain sebagainya,” ujar Elly Rosita Silaban, dalam siaran pers-nya dikutip Media KSBSI dari situs nasional SINAR KEADILAN, Kamis (24/8/2023).

Para pimpinan buruh yang bertanda tangan, yakni perwakilan dari Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), menyampaikan hal-hal:

Pertama, keberadaan UU No. 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja sebagai pengganti UU No. 11 tahun 2020 secara nyata mengurangi dan menghilangkan hak-hak buruh/pekerja Indonesia terkait penetapan upah minimum, tenaga kerja alih daya atau outsourcing, pembayaran pesangon, ketentuan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), soal Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan lain sebagainya.

Kedua, Komite Aplikasi Standar (Committee on the Application of Standards) pada Konferensi Perburuhan International (International Labour Conference) di Jenewa, Swiss, tanggal 5-16 Juni 2023, dalam kesimpulannya terkait pelaksanaan Konvensi ILO No. 98 tentang hak berorganisasi dan berunding bersama di Indonesia, pada tanggal 13 Juni 2023, menilai dan menyimpulkan bahwa UU Cipta Kerja/Omnibus Law secara nyata bermasalah.

“Dan karenanya mendesak Pemerintah Indonesia segera melakukan tindakan-tindakan efektif dan dalam kurun waktu yang ditentukan atau time bound oleh Komite Aplikasi standar,” lanjut Elly Rosita Silaban.

Satu, meninjau ulang UU Cipta Kerja dan segera melakukan amandemen terhadap undang-undang tersebut dengan memenuhi ketentuan standar perburuhan internasional (Konvensi ILO No. 98).

Dua, memanfaatkan bantuan teknis ILO dengan fokus khusus pada reformasi Undang-Undang Ketenagakerjaan termasuk UU Cipta Kerja, dengan melibatkan mitra sosial secara penuh, berdasarkan nilai dan prinsip Konvensi ILO No. 98 baik dalam hukum formal mau pun dalam praktek pelaksanaannya.

Tiga, memberikan informasi detail dan lengkap tentang langkah-langkah yang diambil beserta kemajuan yang dicapai kepada Komite Ahli (Committee of Experts) paling lambat tanggal 1 September 2023.

Kemudian, dia melanjutkan, pada tanggal 11 Juli 2023, KSPSI, KSPI dan KSBSI menyurati Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia terkait tindak lanjut atas kesimpulan Komite Aplikasi Standar, dan meminta Pemerintah untuk segera melibatkan mitra sosial dalam menyusun peta jalan (road map) reformasi Undang Undang Ketenagakerjaan, termasuk didalamnya UU Cipta Kerja No.6/2023, dan sejumlah peraturan pelaksananya dan merumuskan usulan-usulan terkait bantuan teknis dari ILO.

“Namun sampai saat ini, surat tersebut, tidak ditanggapi oleh Pemerintah,” katanya.

Sebaliknya, Pemerintah melakukan serap aspirasi dengan beberapa serikat buruh/serikat pekerja terkait PP No. 35 tahun 2021 dan PP No. 36 tahun 2021 dan menentukan komposisi Lembaga Tripartite Nasional secara sepihak dan tanpa berkonsultasi dengan Konfederasi terbesar di Indonesia.

“Kedua hal tersebut, secara jelas tidak sejalan dan terkait langsung dengan kesimpulan Komite Aplikasi Standar,” ujar Elly Rosita Silaban.

“Terkait dengan hal tersebut di atas, kami mendesak Pemerintah Indonesia untuk segera menindaklanjuti kesimpulan dan rekomendasi Komite Aplikasi Standar ILO untuk meninjau kembali dan mengamandemen Undang-Undang yang terkait dengan Ketenagakerjaan, termasuk di dalamnya Undang Undang Cipta Kerja sesuai dengan standar-standar Perburuhan Internasional,” lanjutnya.

“Dan dengan segera, meminta bantuan teknis dari Lembaga Perburuhan Internasional (ILO) dan melibatkan mitra sosial, secara khusus Serikat Pekerja/Serikat Buruh terbesar di Indonesia seperti KSPSI, KSPI dan KSBSI,” sebut Elly Rosita Silaban.

Para pimpinan Serikat Buruh/Serikat Pekerja juga secara tegas menyatakan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja, secara khusus kluster ketenagakerjaan harus dibatalkan.

“Karena secara nyata membawa kesengsaraan kepada buruh/pekerja di Indonesia. Dan kami akan terus melakukan upaya perlawanan baik secara hukum maupun aksi atau demonstrasi terhadap undang-undang tersebut beserta ketentuan turunannya,” lanjutnya.

Dia menegaskan, pembentukan dan penentuan komposisi Lembaga Tripartite Nasional yang dilakukan secara sepihak oleh Pemerintah dan tanpa berkonsultasi dengan Konfederasi Serikat Buruh/Serikat Pekerja terbesar (the most representative) seperti KSPSI, KSPI dan KSBSI tidak dapat diterima keberadaannya, karena bertentangan dengan prinsip yang diatur dalam Konvensi ILO No. 144 mengenai Konsultasi Tripartit.

“Sehubungan dengan langkah serap aspirasi terhadap perubahan PP No. 35 tahun 2021 dan PP No. 36 tahun 2021 atau pun serap aspirasi terhadap perubahan ketentuan turunan dari Undang Undang Cipta Kerja yang dilakukan oleh Pemerintah pada bulan Juli 2023, tidak dapat diterima dan dipakai sebagai alat legitimasi atau dikaitkan dengan tindak lanjut dari kesimpulan komite Aplikasi Standar,” tandasnya.

[*/REDKBB]


Komentar