KSBSI.ORG: Emma Lilefna Ketua Komisi Kesetaraan Nasional Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (K2N KSBSI) menilai keputusan Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/ 1 1/HK. A4 /X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2021 dimasa andemi Covid-19, dinilainya tidak berpihak pada buruh perempuan
Baca juga: DPP FSB NIKEUBA KSBSI Minta Bebaskan Muhammad Yusri, Ini Alasannya , Gonta Ganti Konsep Upah Minimum, Ganjar Digugat ke PTUN soal UMP Jateng, Buruh Pasang Badan,
Dalam SE itu, dikatakan pemerintah menganjurkan kepada
semua gubernur se-Indonesia agar menunda upah minimum provinsi (UMP) tahun 2021.
Dan tetap mengacu pada UMP 2020. Dengan alasan banyak perusahaan sedang
mengalami krisis keuangan, imbas dari krisis wabah Corona. Namun, bagi Emma
kebijakan Ida Fauziyah sebagai Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) sangat tidak
tepat.
Emma berpendapat, ditengah pandemi tidak semua sektor
usaha terdampak Covid-19. Seperti sektor usaha di perkebunan, pertambangan,
elektronik dijelaskannya tidak terlalu berimbas. Termasuk, korban pemutusan
hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan terhadap buruh perempuan pun minim.
“Tapi kalau usaha seperti industri garmen, pariwisata
dan perhotelan memang berdampak. Sudah banyak buruh perempuan terpaksa korban
PHK dan dirumahkan,” ucapnya, saat diwawancarai di Kantor KSBSI, Cipinang
Muara, Jakarta Timur, Senin (2/11/20).
Tapi, kalau pun nantinya upah minimum ditunda naik,
pasti yang paling berdampak adalah buruh perempuan. Seperti yang bekerja di
sektor industri garmen. Karena, sebagian dari mereka sudah memiliki keluarga
dan bertanggung jawab mengelola keuangan tumah tangganya.
“Tentu saja beban buruh perempuan ini akan semakin
menderita, kalau upahnya tahun depan ditunda, apalagi dalam kondisi sekarang
ini suaminya sudah terkena PHK karena dampak Covid-19,” lugas Emma.
Oleh sebab itu, SE tentang penundaan upah mimimum yang
dikeluarkan Menaker, dinilai Emma hanya lebih memihak pada kepentingan
pengusaha, khususnya di sektor padat modal dan mayoritas buruh mengalami
kerugian.
K2N KSBSI sekarang ini bersama aktivis buruh perempuan
lintas serikat buruh/pekerja akan membuat sikap penolakan terhadap SE Menteri
Ketenagakerjaan Nomor M/11/HK. A4 /X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun
2021 dimasa pandemi Covid-19.
“Kami nilai SE ini semakin menambah beban perekonomian
kepada buruh perempuan. Toh selama ini masih banyak upah buruh perempuan digaji
tidak sesuai peraturan undang-undang ketenagakerjaan. K2N KSBSI juga mendorong
agar gubernur tidak terlalu mengikuti SE
tersebut. Kan surat ini sifatnya hanya anjuran. Bukan legalitas yang formal
yang harus dipatuhi,” tutupnya. (A1)