Selama 2 tahun masa perbaikan, ini kan sudah jalan selama 1 tahun lebih, kalau diumpamakan dengan mobil rusak kenapa tidak diperbaiki, malah mengganti dengan mobil baru, kan tanda tanya besar bagi Majelis Hakim.
Baca juga: Dipersidangan, KSBSI Minta Hakim MK Putuskan Perppu Ciptaker Bertentangan dengan UUD 1945,
KSBSI.ORG, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar Sidang Pleno Perkara 5/PUU-XXI/2023, 6/PUU-XXI/2023 Kamis, 9 Maret 2023. Dengan agenda Mendengarkan Keterangan Presiden (IV), Pengujuin Formil Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Nikasih Ginting, Kuasa hukum perkara 6/PUU-XXI/2023 mengatakan, dalam sidang ke empat kali ini agendanya mendengarkan keterangan Presiden.
"Menjadi suatu catatan, bahwa terbitnya Perppu Cipta Kerja ini diterbitkan pada massa DPR masuki masa reses. Hal ini tentunya menimbulkan pertanyaan tersendiri. Dan tadi juga Yang Mulia Majelis Hakim MK menyarankan adanya perbaikan atau penambahan dari keterangan pemerintah dari apa yang disampaikan pada hari ini." kata Nikasih usai menjalani sidang MK di Jakarta pada, Kamis (09/03/2023).
Sementara itu, Parulian Sianturi selaku kuasa hukum perkara Nomer 6/PUU-XXI/2023 menambahkan bahwa dalam keternagan pemerintah hari ini, dalam hal menerbitkan Perppu Cipta Kerja masih berkutat pada alasan kegentingan yang memaksa.
"Bahwa kegentingan yang memaksa tidak bisa disamakan dalam keadaan bahaya sesuai isi Pasal 22 UUD 45." jelasnya.
Perlu pengayaan dan penjelasan tambahan yang disampaikan Majelis Hakim oleh pemerintah, tentang sebenarnya kenapa pemerintah tidak ingin memperbaiki sebagaimana amanah putusan MK No. 91/PUU-XXI/2020.
"Selama 2 tahun masa perbaikan, ini kan sudah jalan selama 1 tahun lebih, kalau diumpamakan dengan mobil rusak kenapa tidak diperbaiki, malah mengganti dengan mobil baru, kan tanda tanya besar bagi Majelis Hakim." ungkapnya.
Parulian juga menggaris bawahi bahwa, perlu yuris prudensi tentang catatan pertemuan presiden dengan kementerian terkait kenapa keluar Perppu ini.
"Presiden punya hak subyektif, lalu obyektifnya seperti apa?, tadi Majelis Hakim juga menanyakan kepada pemerintah seperti itu." tambahnya.
Terakhir, Ia berharap perkara permohonan pengujian Perppu ini sampai pada posisi adanya putusan, jadi tidak nanti di DPR disahkan, sehingga menjadi sebuah permohonan yang kehilangan obyeknya. Parulian juga berharap MK memberi putusan yang seadil-adilnya sebagaimana tuntutan yang ada di permohonan kami. (RED/Handi Tri Susanto)