Aliansi Konfederasi Untuk Kesejahteraan Ibu dan Anak Audiensi ke Kemnaker, Bahas 2 Isu Krusial RUU KIA

Aliansi Konfederasi Untuk Kesejahteraan Ibu dan Anak Audiensi ke Kemnaker, Bahas 2 Isu Krusial RUU KIA

AKUKIA kembali melakukan audiensi dengan Kemnaker di Jakarta, Kamis (14/12/2023).

Audiensi yang dilakukan AKUKIA kali ini dalam rangka menyampaikan kertas posisi AKUKIA terhadap Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) yang saat ini masih dalam pembahasan DPR.

Baca juga:  6 Konfederasi Besar Gelar Workshop Sosialisasi Kertas Posisi Terhadap RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak,

KSBSI.ORG, JAKARTA - Buruh yang tergabung dalam 6 Konfederasi serikat pekerja/serikat buruh (SP/SB) terbesar di Indonesia yang mengatasnamakan Aliansi Konfederasi Untuk Kesejahteraan Ibu dan Anak (AKUKIA) kembali melakukan audiensi dengan Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Kemnaker) di Jakarta, Kamis (14/12/2023).

Audiensi yang dilakukan AKUKIA kali ini dalam rangka menyampaikan kertas posisi AKUKIA terhadap Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) yang saat ini masih dalam pembahasan DPR. 

Audiensi tersebut diterima langsung oleh Aghata Widianawati, Direktur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Kemnaker, dan Dinar Titus Jogaswitani, Direktur Hubungan Kerja dan Pengupahan beserta stafnya. Seperti diketahui, Kemnaker sebagai salah satu Kementerian yang ikut berperan dalam pembahasan RUU KIA. Sementara dari Aliansi AKUKIA hadir perwakilan dari KSBSI, KSPI, KSPSI ATUC, KSPSI, KSPN, KSarbumusi.

Sulistri, Sekjen FSB KAMIPARHO dalam kata pengantarnya mengatakan bahwa peran SP/SB untuk menyalurkan aspirasi pekerja/buruh dengan melakukan advokasi terhadap peraturan perundang-undangan serta memberikan rekomendasi terkait pembentukan atau perubahan aturan ketenagakerjaan. 

Partisipasi SP/SB dalam proses pembentukan undang-undang dianggap sebagai pemenuhan amanat konstitusi, yang menegaskan prinsip kedaulatan rakyat sebagai fondasi utama negara. Sehingga ketiadaan partisipasi masyarakat dalam pembentukan undang-undang dianggap sebagai pelanggaran terhadap prinsip kedaulatan rakyat. 

"Dalam konteks Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA), serikat pekerja melakukan advokasi terhadap proses perencanaan, penyusunan, dan pembahasan RUU KIA." kata Sulistri. 


Harapannya, rekomendasi kertas posisi tersebut dapat menjadi landasan konstruktif bagi penyusunan RUU KIA oleh DPR dan Pemerintah, sehingga dapat menjamin perlindungan hukum, ekonomi, dan sosial yang kuat bagi pekerja/buruh.

Hasil Workshop Aliansi Konfederasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh untuk Kesejahteraan Ibu dan Anak (AKUKIA), yang terdiri dari KSBSI, KSPI, KSPSI ATUC, KSPSI, KSPN, dan K-SARBUMUSI, menyoroti sejumlah permasalahan mendasar dalam draf RUU KIA yang diakses melalui situs DPR pada 12 Juni 2023. 

"Beberapa isu yang diidentifikasi mencakup hak tambahan cuti melahirkan bagi ibu yang melahirkan, cuti pendampingan suami, mengaturan day care yang lebih jelas dan detail, dan ruang laktasi dan perlindungan bagi pekerja perawatan." jelas Sulistri. 

Selain itu, terdapat kebingungan terkait pembiayaan upah tambahan cuti melahirkan, cuti pendampingan suami, dan biaya-biaya program lain yang diatur dalam RUU ini. Perhatian khusus diberikan pada kebutuhan untuk mengatur kondisi kerja yang layak bagi tenaga kerja pelayanan perawatan anak, termasuk pekerja paliatif, day care, dan Paud, guna menjamin kualitas perawatan dan kesejahteraan anak-anak. 

2 Isu Krusial RUU KIA

Sementara itu, Aghata Widianawati, Direktur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Kemnaker mengatakan bahwa memang benar saat ini RUU KIA masih dibahas dan belum final, up date terakhir terkait 2 isu krusial yakni cuti melahirkan dan cuti pendampingan masih diperdebatkan, namun sudah mendekati kesepakatan.

"Cuti melahirkan yang sudah berjalan yaitu 3 bulan itu wajib, sedangkan penambahan 3 bulan lagi itu kondisional baik dari ibu dan anaknya, sementara dari segi upah, di bulan ke 4 dibayar 75%, bulan ke 5 50%, dan bulan ke 6 25%, setidaknya seperti perhitungan pada klausal sakit berkepanjangan." ungkap Aghata.

Lebih lanjut, Aghata mengatakan mengenai cuti pendampingan, yaitu yang sudah berjalan 2 hari ditambah 3 hari kondisi khusus dengan dibayar full. Dua point ini sudah dibahas oleh DPR, namun demikian belum tahu kapan RUU KIA ini akan disahkan.

Hadir dalam pertemuan tersebut, dari AKUKIA, Mundiah (KSPI), Tri Ruswati (KSPI), Handi Tri Susanto (KSBSI), Sulistri (FSB KAMIPARHO-KSBSI), Fredi Sembiring (KSPI ATUC), Sadriana (K-Sarbumusi), Supardi (FSB. Kamiparho), Hardianti. S (K-Sarbumusi), Siti Istikhoroh (KSPN). 


Sebelumnya Aliansi ini juga melakukan audiensi ke Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dengan agenda yang sama pada, Rabu (13/12/2023).

AKUKIA yang merupakan representatif serikat pekerja/buruh sejatinya menyambut baik dengan RUU KIA, namun demikian buruh ingin memastikan bahwa RUU KIA tersebut harus berpihak kepada kesejahteraan buruh khususnya perempuan, menginggat masih belum adanya kepastian gambaran tentang draf asli RUU KIA dan dirasa minimnya partisipan publik dalam pembahasannya RUU KIA tersebut. AKUKIA melalui kertas posisinya memuat beberapa aspirasi, masukan dan rekomendasi terhadap Rancangan Undang-Undang tersebut, setidaknya ada 15 rekomendasi utama yang disampaikan dalam audiensi tersebut. 

Audiensi tersebut diterima langsung oleh Agus Suprapto (unsur pemerintah) didampingi Subiyanto (unsur pekerja) serta perwakilan Deputi Kemenko PMK. Seperti diketahui DJSN adalah dewan yang berfungsi untuk membantu Presiden dalam perumusan kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional. Sementara dari AKUKIA hadir perwakilan dari KSBSI, KSPI, KSPSI ATUC, KSPSI, KSPN, KSarbumusi.

(RED/Handi)

Komentar