KSBSI.ORG, JAKARTA Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) mengecam keras kudeta militer di Myanmar pada awal Februari 2021. Perebutan kekuasaan itu dinilai memberangus demokrasi yang sudah berjalan baik, pasca 30 tahun kediktatoran militer di Myanmar. Alasan militer melakukan kudeta, karena partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dipimpin Aung San Suu Kyi menang telak dalam pemilihan umum (Pemilu) Myanmar pada 8 November 2020.
Baca juga: Serikat Buruh KIKES Ajak Pemerintah Hormati Peradilan MK, Stop Bahas RPP!, Tuntutan Didengar, F Hukatan KSBSI Tanjung Jabung Barat Batal Demo,
Namun pihak militer Myanmar menganggap Pemilu itu terindikasi
curang. Sehingga Panglima Tertinggi Jenderal Min Aung Hlaing mendadak melakukan
kudeta kekuasaan dari pemerintahan NLD yang terpilih. Saat ini, Aung San Suu
Kyi bersama petinggi Partai NLD masih ditahan. Dan pihak militer
mendeklarasikan keadaan darurat selama satu tahun.
Elly Rosita Silaban Presiden KSBSI menyampaikan menolak kudeta
militer yang terjadi di Myanmar. Organisasinya pun sudah melayangkan surat
resmi sebagai sikap protes yang ditujukan langsung kepada
Panglima Tertinggi Jenderal Min Aung Hlaing, Retno Marsudi
Menteri Luar Negeri Republik Indonesia dan Duta Besar Myanmar perwakilan
Indonesia. Pihaknya meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan para pemimpin negara ASEAN) mengambil sikap
tegas terhadap kudeta militer Myanmar.
“Untuk surat yang ditujukan kepada Jenderal Min Aung Hlaing,
KSBSI menegaskan mengutuk kudeta ini. Kami menilai militer Myanmar tidak
menghormati proses demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM) dan menuntut militer
Myanmar membebaskan Aung San Suu Kyi serta pemimpin NLD lainnya, tanpa ada
syarat,” tegasnya, di Jakarta (15/2/21).
Untuk surat protes yang ditujukan kepada Retno Marsudi dan Duta
Besar Myanmar perwakilan Indonesia tuntutannya sama. Elly menyampaikan KSBSI
meminta pemerintah Indonesia segera pro aktif menekan militer Myanmar supaya
menghormati demokrasi dan HAM. Lalu mendorong pemerintah bersikap agar militer
Myanmar menghentikan segala bentuk kekerasan, pelecehan dan penangkapan aktivis
pro demokrasi di negara itu yang menolak junta militer.
Tuntutan ini sejalan dengan intruksi afiliasi internasionalnya
dari Konfederasi Serikat Buruh Internasional (ITUC) yang telah melakukan
kampanye internasional menolak junta militer di Myanmar. KSBSI juga mendesak pemerintah
Indonesia segera mengeluarkan sikap resmi agar memboikot pimpinan militer
Myanmar yang telah melakukan kudeta.
Kemudian mendorong pemerintah segera mengirim surat ke Majelis
Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tidak mengakui pemerintahan militer
Myanmar. Mendukung adopsi resolusi untuk mendesak Dewan Keamanan PBB, supaya
memberikan sanksi bagi para pemimpin kudeta. Lalu menerapkan sanksi ekonomi
yang komprehensif untuk menghentikan setiap semua pendapatan militer Myanmar.
Meminta PBB untuk memantau kondisi Myanmar dan mengeluarkan
laporan khusus tentang situasi HAM, penangkapan aktivis pro demokrasi,
kebebasan berserikat dan berkumpul. Perlindungan terhadap rakyat yang melakukan
aksi protes kudeta militer secara damai, hak berpendapat, berekspresi dan
kebebasan masyarakat mengakses informasi melalui teknologi informasi.
Ikut mendesak segera menghentikan semua kerja sama militer dan
senjata memudar dengan Myanmar. Mengungkap serta meminta pertanggungjawaban
semua firma lobi dipekerjakan oleh militer Myanmar. Melacak rantai pasokan
perusahaan yang dijalankan militer untuk memastikan penerapan penuh sanksi
ekonomi.
“Lalu mendesak pemerintah terlibat membantu semua pengungsi yang
sedang di intimidasi oleh militer Myanmar. KSBSI juga meminta perusahaan
Indonesia berada di Myanmar untuk memberikan dukungan kepada serikat
buruh/pekerja di negara itu yang telah berani mengambil sikap menolak kudeta.
Setelah 30 tahun kediktatoran militer di Myanmar, KSBSI bersama
afiliasi serikat buruh internasional
menegaskan ikut berdiri bersama untuk perjuangan rakyat Myanmar.
Termasuk memastikan suara rakyat hasil Pemilu harus dihormati dan semua orang
yang telah dipilih secara demokratis, berhak membentuk pemerintahan yang sah.
(A1)