Keterangan Saksi Dari DPR dan Pemerintah Terkait Uji Materi UU Cipta Kerja Bakal Tidak Sejalan

 Keterangan Saksi Dari DPR dan Pemerintah Terkait Uji Materi UU Cipta Kerja Bakal Tidak Sejalan

KSBSI.ORG, Jakarta - Sidang Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja terhadap UUD 1945 kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia melalui daring, Jakarta, Kamis (17/6/21). Dengan perkara nomor No 91, 103, 105, 107/PUU-XVIII/2020, 4, 6/PUU-XIX/2021. Dalam persidangan itu, dihadiri seluruh Hakim MK, perwakilan saksi dan pemohon.

Baca juga:  Menaker Sarankan Perusahaan Utamakan Keselamatan Ditengah Melonjaknya Covid-19,

Anwar Usman sebagai Majelis Hakim MK menyampaikan agenda persidangan hari ini meminta keterangan saksi dari perwakilan DPR yang dibacakan oleh Arteri Dahlan. Dan dari perwakilan Presiden RI disampaikan Airlangga Hartarto Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Dalam proses persidangan, Anwar meminta para saksi untuk menyampaikan inti pembahasan saja.

Airlangga Hartarto menjelaskan proses pembuatan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah mengikuti prosedur yang berlaku dan melibatkan semua unsur. "Pemerintah telah melibatkan hak partisipasi publik selama proses pembentukan UU Cipta Kerja," ucapnya.

Selain itu, tujuan dibuatnya UU Cipta Kerja untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada warga negara untuk memperoleh kehidupan layak. Hal ini sudah sesuai ketentuan Pasal 27 Ayat 2, Pasal 28, Pasal 28C Ayat 2, Pasal 28D Ayat 1 dan Ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945.

 “Pemerintah menjamin bahwa para pemohon sama sekali tidak terhalang-halangi dalam melaksanakan aktivitas maupun kegiatannya yang diakibatkan oleh berlakunya UU Cipta Kerja," kata Airlangga.

Saut Pangaribuan dari Tim Pemohon Kuasa Hukum Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) uji materi formil dan materil UU Cipta Kerja mengatakan mengatakan keterangan saksi DPR dan pemerintah dianggap sudah benar menurut versi mereka. Namun KSBSI menegaskan, inti dari proses persidangan uji formil adalah pembuktian tertulis dan saksi ahli.

“Kalau untuk bukti tertulis kami sudah ada, nah untuk keterangan saksi ahli sedang dirundingkan untuk siapa yang akan membacakannya nanti,” kata Saut.

Saut menilai penjelasan keterangan saksi dari perwakilan DPR secara keseluruhan belum siap, termasuk juga dari pemerintah. Menurutnya, kedua lembaga ini bakal kesulitan memberikan keterangan di persidangan selanjutnya. Sebab, kalau nanti  Hakim MK mempertanyakan dan meminta buktinya bisa tidak sejalan.

“Walau pun nanti pemerintah dan DPR duduk bersama, pasti masing-masing akan memberikan versi keterangan berbeda. Sebab mereka harus bisa menunjukan bukti-bukti yang sah, bukan lisan,” ungkapnya.

Selain itu, selama proses pembuatan draf Undang-Undang Cipta Kerja, Saut mengatakan pemerintah terkesan kejar tayang, tanpa melibatkan semua unsur. Termasuk saat membuat Daftar Inventarisir Masalah (DIM) nya juga sangat dipertanyakan.

“Menurut saya, produk Undang-Undang Cipta Kerja dibuat secara asal jadi, kwalitasnya sangat minim. Ide dan mekanisme pembuatannya dipertanyakan, dan terkesan ada pesanan dari kelompok tertentu,” terangnya.

Jadi, keuntungan pemohon uji materi dari undang-undang ini, pemerintah dan DPR juga akan sulit membantah materi gugatan yang disampaikan pemohon. Ditambah lagi, bukti tertulis yang sudah dimiliki pemohomn akan perkuat saksi ahli saat menjelaskan prosedur membuat undang-undang.

Terakhir, Saut mengatakan pihaknya akan menang dalam sidang permohonan formil uji materi UU Cipta Kerja, kalau MK bisa bersikap adil dalam menegakan hukum. Karena KSBSI sudah melakukan kajian dan mengumpulkan bukti valid untuk membatalkan beberapa pasal undang-undang yang dinilai mendegradasi hak buruh. (A1)

Komentar