KSBSI.ORG, JAKARTA – Penangkapan Ketua dan Sekretaris Dewan Pengurus Cabang Federasi Serikat Buruh Niaga, Informatika, Keuangan, Perbankan dan Aneka Industri (DPC FSB NIKEUBA) Kabupaten Batubara, Sumatera Utara menjadi titik krusial dalam aksi demontrasi menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja pada 13 Oktober 2020 lalu.
Baca juga: Serikat Buruh KIKES Ajak Pemerintah Hormati Peradilan MK, Stop Bahas RPP!, DPC Federasi Hukatan KSBSI Tanjung Jabung Barat Rencananya Bakal Demo PT. LPPPI dan WKS,
Kasus penangkapan
yang menimpa Muhammad Yusri dan Syahyunan, aktivis buruh Nikeuba yang tergabung
dalam Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) ini menjadi titik
beku dari demokrasi di Indonesia.
Kronologis
Aksi tolak omnibus
law itu merupakan aksi gabungan Mahasiswa, LSM, ormas kepemudaan dan Serikat
Buruh di Kabupaten Batubara. Aksi yang semula berjalan tertib, kemudian rusuh
akibat ditunggangi provokator yang melempari Petugas dengan batu.
Dalam rusuh itu,
Kasat Sabhara Polres Batubara terluka di bagian wajah terkena lemparan batu.
Dampaknya adalah, Muhammad Yusri selaku penanggung jawab aksi DPC FSB Nikeuba
Batubara dijemput pihak kepolisian, sekira jam 02.00 WIB, di rumah Syah Yunan.
Sebelumnya,
Sekretaris DPC FSB Nikeuba Batubara, Syahyunan diamankan kepolisian Batubara
lebih dulu pasca aksi. Namun polisi membebaskan Syahyunan dan ganti menangkap
Muhammad Yusri yang saat itu menjadi penanggung jawab aksi.
Dari informasi,
Kedua pemimpin Nikeuba di Kabupaten Batubara ini tidak sekalipun melakukan aksi
kekerasan saat demonstrasi. Bahkan Yusri telah memerintahkan serikat buruhnya
untuk mundur saat terjadinya chaos di aksi tolak omnibus law Cipta Kerja.
Kasus Yusri sendiri
telah disidangkan dalam proses pemeriksaan saksi. Namun, patut disayangkan,
dalam proses persidangan Muhammad Yusri yang memasuki sidang kesaksian,
Syahyunan yang seyogyanya dihadapkan menjadi saksi yang dapat meringankan
Yusri, justru ditangkap pihak kepolisian.
Respon DPP FSB
Nikeuba
Penangkapan ini pun
direspon keras Pimpinan Pusat FSB Nikeuba di Jakarta. Kepada Kantor Berita
Buruh, Carlos Rajagukguk, Ketua Umum DPP FSB Nikeuba mengatakan, seharusnya
dalam minggu ini Syahyunan menjadi saksi yang meringankan Yusri.
“Celakanya, Saksi
yang tadinya sudah kita siapkan untuk meringankan saudara Yusri, malah
ditangkap kepolisian pada tanggal 9 Februari lalu!” kata Carlos, Senin
(15/2/2021) kemarin.
“Seharusnya kemarin
itu kita mengajukan saksi atas nama Syah Yunan yang juga Sekretaris DPC FSB
Nikeuba Batubara.” terangnya.
Carlos menuturkan,
Syahyunan adalah peserta aksi demo yang pertama kali diamankan pihak kepolisian
untuk dimintai keterangan. Syahyunan Kemudian dilepaskan oleh kepolisian tetapi
dikenakan wajib lapor. Syahyunan ditangkap kembali di saat menjelang menjadi
saksi bagi Yusri. Alhasil, pihaknya kini tengah mencari saksi lain.
“Jadi hari ini untuk
perkaranya Yusri, kita sedang mencari Saksi,” kata carlos. Ini yang menjadi
kendala pimpinan pusat FSB Nikeuba untuk meringankan Yusri di persidangan.
Dikenakan 3 Pasal
Jika ditilik lebih
jauh, menurut Carlos, sebetulnya tidak ada perlunya bagi Kepolisian menangkap
Syahyunan sebab hanya peserta dan bukan kordinator atau penanggung jawab aksi.
“Tapi kalau hanya
karena dia peserta aksi lalu ditangkap, yaa sangat banyak peserta pada waktu
itu. Ratusan.. tangkap juga dong! Perlakukan hal yang sama dengan peserta aksi
lainnya.” kata Carlos. “Tapi itu kan mustahil kita dapatkan keadilan yang sama
seperti itu,” tandasnya.
BACA JUGA Jejak Dua Bocah WNI Tersangka Parodi
Indonesia Raya
Carlos mengungkap,
Syahyunan dikenakan 3 pasal pidana yakni pasal 212, 214 dan 216 dengan tuduhan
melawan aparat yang sedang bertugas dan mengancam dengan kekerasan.
Dugaan Upaya Hambat Yusri di Persidangan
Dengan ditangkapnya
Syahyunan, pihaknya menduga bisa jadi penangkapan ini sebagai upaya agar Yusri
tidak memiliki saksi yang meringankan. “Ini dugaan kita,” kata Carlos.
Menurutnya, ada
ratusan saksi saat demo menolak omnibus law UU cipta Kerja, tetapi secara
psikologis, jarang ada yang berani bersaksi di pengadilan. Hingga hari ini
Carlos mengaku belum mendapatkan saksi yang dapat meringakan Yusri.”
Selain itu, menurut
Carlos dari awal pihaknya menduga ada kepentingan-kepentingan di Kabupaten
Batubara yang terganggu dengan kehadiran serikat buruh Nikeuba.
Jauh sebelum aksi
tolak UU Cipta Kerja dilakukan, pengurus Nikeuba di Batubara bersama lembaga
swadaya masyarakat, organisasi kemahasiswaan dan organisasi kepemudaan seperti
karang taruna dan warga setempat kerap melakukan aksi demonstrasi ketika ada
temuan permasalahan.
“Sebelum-sebelumnya,
kawan-kawan ini sudah melakukan aksi unjuk rasa di luar Ciker (tolak UU Cipta
Kerja) tadi karena memang ada temuan-temuan persoalan disana. Justru semenjak
FSB Nikeuba, dalam hal ini KSBSI hadir di Batubara, mungkin saja dianggap
menganggu kepentingan-kepentingan,” jelasnya.
Menurut carlos,
puncaknya adalah saat aksi demonstrasi menolak omnibus Law UU Cipta Kerja.
“Disitulah puncaknya adanya penangkapan! Karena memang selama ini yang paling
keras bicara adalah Yusri dan kawan-kawan,” tandas Carlos.
Yusri sendiri di
sidangkan bersama 8 orang lainnya dari organ yang berbeda. Kasusnya kini
ditangani oleh LBH KSBSI di Batubara. Namun begitu, Carlos mengaku belum dapat
gambaran apakah organ-organ lain mau bersaksi untuk Yusri di pengadilan.
“Mudah-mudahan akan ada,” tandasnya.
Bebaskan Muhammad Yusri dan Syahyunan
KSBSI di Sumatera
Utara sampai hari ini tetap memberikan semangat, mengawal kasus Yusri dan
meminta majelis hakim menyatakan Yusri tidak bersalah.
“Yusri sendiri
menyampaikan ke saya, dirinya bangga memperjuangkan hak buruh, ia bersama
keluarga dan tim kuasa hukumnya sampai hari ini tetap mendapat perhatian dari
KSBSI,” terangnya.
Carlos berharap agar
hakim pengadilan memberikan keputusan yang adil kepada Yusri. Karena, dia
menduga, dibalik kasus hukum ini ada dugaan motif kepentingan politik.
Sebab, disinyalir
ada pihak tertentu tidak suka kehadiran FSB NIKEUBA KSBSI di Batubara, yang
dianggap terlalu kritis membela buruh. “Sejak FSB NIKEUBA KSBSI hadir di
Batubara, memang selalu kritis membela buruh. Karena banyak hak normatif buruh
diabaikan di wilayah itu. Sehingga, mungkin saja ada sekelompok elit tidak suka
dan mungkin sengaja melakukan desain politik untuk membungkam Yusri,” tutupnya.(*)